Jakarta(Panjimas.com)- Sejumlah ekonom menyarankan pemerintah menunda realisasi proyek-proyek ambisius. Karena bisa memperburuk perekonomian nasional.
Kata Peneliti Indef (Institute for Development of Economics and Finance) Sugiyono, pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap sejumlah proyek ambisius. Apa saja itu? Ya, semisal proyek pembangunan pembangkit 35 ribu megawatt (MW), pembangunan infrastruktur, pembangunan sejuta rumah dan target swasembada pangan.
Oh ya, ada satu lagi yakni rencana pembangunan kereta cepat rute Jakarta-Bandung senilai Rp 75 triliun. Saat ini, proyek kereta cepat ini diperebutkan Jepng dan Cina. Kalau tak ada aral melintang, Presiden Jokowi akan memutuskan pemenangnya pada Agustus ini.
“Karena, proyek-proyek itu, bahan bakunya 70 persen impor. Ketika rupiah anjlok, pemerintah sebaiknya menunda, atau shutdown,” kata Sugiyono di INILAHCOM, Jakarta, Selasa (25/8/2015).
Realistis juga pemikiran Sugiyono ini. Kalau benar, bahan baku sejumlah proyek besar yang digagas Presiden Jokowi harus impor, sebaiknya memang ditunda. Sampai rupiah sedikit sehat tak seperti sekarang.
Ingat, masih kata Sugiyono, pelemahan rupiah ini baru babak awal. Ketika Bank Sentral AS (The Fed) mengerek naik suku bunga, maka seketika itu mata uang Garuda ambruk lagi. Bisa di bayangkan, kurs rupiah mencapai Rp 15 ribu-Rp 16 ribu per US$, lampu merah bagi perbankan dan industri keuangan non bank. “Yang perlu dicermati dari perbankan adalah pertumbuhan kredit macetnya. Maklumlah, perbankan kita banyak utang dalam bentuk valas,” kata Sugiyono.
Soal utang bank berbentuk valas (valuta asing), data BI mencatat adanya peningkatan 15,53% di Semester I-2015. Angkanya mencapai US$ 31,7 miliar. Khusus untuk utang bank swasta member porsi besar yakni 47,89% atau setara US$ 15,2 miliar. Disusul utang bank swasta campuran 27,5% dan utang bank pelat merah 13,5%.
Ekonom UI Faisal Basri, melalui blog pribadi faisalbasri01 menyuratkan hal yang sama. Menghadapi situasi genting seperti sekarang ini, pemerintah jangan ngotot dengan rencana belanja. Amputasilah besaran belanja.
Tunda proyek-proyek yang kurang mendesak. Kalau dipaksakan, ketika penerimaan negara seret, amat bahaya kalau pemerintah memilih penerbitan utang baru berupa SUN (Surat Utang Negara) atau global bonds.
Kalaupun terpaksa berutang, Faisal menyarankan agar pemerintah tetap hati-hati. Pilihlah lembaga internasional seperti Bank Dunia atau ADB
Kalau begitu, rencana Garuda memborong 90 unit pesawat anyar buatan Airbus dan Boeing senilai US$ 20 miliar dollar AS, atau Rp 266 triliun., perlu dikaji ulang Apalagi uang untuk membeli pesawat itu berasal dari Bank of Cina (BOC) Aviation. Tapi, kita tunggu saja, apa keputusan pemerintah.
Sumber : Inilah