BANDUNG (Panjimas.com) – Umat Islam tentu masih ingat ketika Muhammad Yaser Arafat, membaca Al-Qur’an dengan menggunakan nada Jawa atau langgam Jawa saat peringatan Isra’ Mi’raj 1436 H di Istana Negara pada Jum’at (15/5/2015).
Hingga akhirnya, bacaan Al-Qur’an tersebut memancing kericuhan di tengah umat Islam. Menag tidak menyangka permasalahan ini menjadi ramai dan menimbulkan pro kontra. Termasuk anggapan dirinya melakukan jawanisasi dan melecehkan Islam.
Saat itu Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, didatangi para ulama, habaib dan para tokoh delegasi dari berbagai Ormas Islam di kantor Kementerian Agama. (Baca: Disambangi Ulama dan Habaib, Ini Jawaban Menteri Agama Soal Qira’at Langgam Jawa)
Di depan forum, Menag mengaku bersyukur atas masukan, aspirasi, dan tanggapan dari para ulama terhadap persoalan ini sebagai wijud saling menasihati terhadap sesama muslim.
Diakui Menag, sebagian juri yang hadir, mengaku kaget mendengar qiraat yang dilantunkan dengan langgam Jawa. Menag bahkan mendengar tanggapan dari juri musabaqah itu, bacaan itu sulit disalahkan, hanya saja terdengar aneh.
“Jujur, ini murni ide saya. Ketika itu saya menilai ada sesuatu yang khas dari Islam yang ada di Nusantara, kebetulan saja langgam Jawa. Saya bahkan sudah mengkonsultasikannya pada guru besar IIQ. Sehingga saya merasa sudah cukup, ” ujarnya.
Yang jelas, lanjut Menag, tidak ada niatan dirinya untuk melecehkan Al Quran atau Islam. Juga tidak ada niat untuk memecah belah umat Islam. “Naudzubillah min dzalik,” tandasnya.
“Sebagai manusia biasa, saya terus bertobat. Saya khilaf. Saya hanya ingin umat Islam dan bangsa Indonesia bersatu. Juga tidak ada niatan saya untuk ngeles atau lempar tangan. Saya tulus minta maaf dan beristighfar. Saya tidak punya kepentingan atas diri saya sendiri,” kata Menag dengan mata berkaca kaca.
Tak disangka, setelah menyatakan pertaubatan itu nyatanya dalam Mukernas Ulama Al-Qur’an di Hotel Gumilang Lembang, Bandung, Jawa Barat yang dibuka Menteri Agama, salah satu rekomendasinya mendukung langgam nusantara.
Dalam poin ke enam, hasil rekomendasi tersebut menyatakan, “yakni memberikan dukungan yang penuh terhadap upaya pengembangan langgam nusantara untuk digunakan saat membaca Alquran.” (Baca: Apa Saja Hasil Rekomendasi Mukernas Ulama Al-Qur’an?)
Padahal, Qori’ Internasional asal Indonesia, KH Muammar ZA pernah memberikan pemaparan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kepada umatnya untuk menghiasi Al-Qur’an dengan suara dan lagu yang bagus. Namun tetap harus dengan bahasa, dialek, dzouq dan lagu Arab. (Baca: Qori’ Internasional KH Muammar ZA: Baca Al-Qur’an Langgam Jawa Dilarang Nabi)
Lebih lanjut, Muammar ZA menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan di Arab, dengan tulisan bahasa Arab. Maka sudah sepantasnya cara membacanya juga mengikuti asal muasal kitab suci Al-Qur’an diturunkan.
“Al-Qur’an (adalah) Kalamallah, diturunkan di Saudi Arabia. Diturunkan dengan bahasa Arab yang fushah. Disuruh dibaca dengan lagu dan dzouq Arab. Jadi rasanya ganjil jika dilagu (dibaca -red) dengan lagu-lagu lain,” tandas Muammar ZA. [AW]