SURABAYA, (Panjimas.com) – Islam Wasathiyah merupakan pandangan wawasan sebagai agama yang mengangkat kasih sayang dan perdamaian. Islam sebagai agama keadilan, agama kemajuan. Islam wasathiyah saat ini menjadi perbincangan global. Didalamnya ada wawasan yang memimiliki kencenderungan kebersamaan.
“Wasathiyah yang bertumpu pada tauhid yaitu Islam yang membawa sebuah pemahaman tentang adanya leading sentral yaitu titik tengah. Wasathiyah juga berarti mengupulkan kekuatan Islam.” Ujar Din Syamsudin saat memberikan sambutannya di Gedung Grahadi Selasa (25/8).
Islam yang menolak segala bentuk diskriminasi, Islam menolak bentuk pelanggaran ekonomi, poltik, sosial budaya. MUI mengajukan konsep ini kepada bangsa Indonesia dan dunia yang saat ini kondisinya mengalami kerusakan kemiskinan, kebodohan, kesenjangan kerusakan lingkungan hidup.
Saat ini dunia sedang mencari solusi untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Beberpa waktu yang lalu kami berkumpul di Istanbul Turki bersama tokoh Islam dunia. Disana kami mengeluarkan deklarasi International Symposium on Islamic Climate Change.
“Ini terjadi karena dunia sudah jauh dari nilai-nilai moral. Dunia hanya bertumpu pada nilai-nilai materi. Maka untuk mencari jawaban maka kita harus kembali Allah SWT. Jawaban pada Indonesia dan dunia untuk tidak meninggalkan nilai-nilai agama.” tambahnya.
Pesan yang sama kepada bapak presiden agar bangsa ini tidak meninggalkan Islam. Karena nilai-nilai keagamaan Islamlah yang menjadi dasar bagi pembentukan negara dan bangsa serta Pancasila itu sendiri. Di dasar negara tersebut menolak kapitalisme, liberalalisme, serta plurarisme.
Ringkasnya dengan wasathiyah ini pemerintah, dan ormas Islam menjadi mitra strategtis dengan pemerintah menjadi hubungan simbiosis mutualis. Imam Ghazali dalam pendapatnya menyebutkan simbiois menurut agama dan pemerintah. Agama dan negara itu adalah sama yang lahir dari satu ibu.
Dari pandangan wasathiyah bisa diwujudkan dalam kenyatanaan. Umat Islam dapat bekerjasama dengan ulama, ormas Islam serta pemerintah.