JAKARTA, (Panjimas.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menyelenggerakan Musyawarah Nasional (Munas) IX pada 24-27 Agustus 2015, di Surabaya, Jawa Timur. Sebagai forum permusyawaratan tertinggi organisasi ulama, zuama, dan cendekiawan, Munas MUI diselenggarakan secara berkala sekali dalam lima tahun. Sebelum ini, Munas MUI selalu diselenggarakan dengan lancar di Jakarta.
Menurut rencana, Munas MUI kali ini akan dibuka oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa, 25 Agustus. Sejumlah menteri dan pejabat tinggi negara direncanakan hadir, antara lain Ketua MPR Zulkifli Hasan, Ketua DPD Irman Gusman, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Anies Baswedan, serta Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir.
Munas IX MUI yang diikuti utusan MUI provinsi seluruh Indonesia, ormas-ormas Islam, pesantren, dan perguruan tinggi ini pertama kali diadakan di luar Jakarta. “Surabaya dipilih karena paling siap,” kata Dr. H. Anwar Abbas MM MAg, Ketua Panitia Pelaksana Munas. Dilansir dari laman mui Jumat (21/8). Selain MUI Jawa Timur yang dinilai paling siap, beberapa MUI provinsi lainnya juga menyatakan kesiapannya menyelenggarakan Munas IX MUI.
Munas IX MUI mengangkat tema “Islam wasathiyyah untuk Indonesia dan dunia yang berkeadilan dan berkeadaban.” Tema ini, menurut Sekretaris Panitia Pengarah Munas MUI Dr. H. Noor Ahmad MA, memberi makna esensial terhadap komitmen MUI untuk mengembangkan Islam “wasathi” di Indonesia. Yakni, Islam yang berkeadilan, moderat, seimbang, berkemajuan, toleran, dan berkomitmen kebangsaan.
Di forum Munas ini, para ulama, zuama, dan cendekiawan akan membahas dan memutuskan berbagai hal terkait MUI. Di antaranya, penyempurnaan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga MUI, penetapan garis-garis besar program MUI periode 2015-2020, penetapan sejumlah fatwa urgen, serta pemilihan pimpinan MUI periode lima tahun mendatang.
Bagi para pengurus MUI, jelas Drs.H. Zainut Tauhid Saadi, M.Si selaku Wakil Ketua Pelaksna Munas, forum pertemuan ini menjadi momentum untuk melakukan refleksi, evaluasi, introspeksi, bahkan otokritik terhadap keberadaan, peranan, dan sumbangsih MUI. Untuk itu, dibutuhkan kecermatan, kejernihan, dan kejujuran serta obyektivitas dalam menilai sejauhmana lembaga yang tepat berusia 40 tahun ini telah memberikan manfaat dan kemajuan bagi umat, bangsa, dan agama.
Sejauh ini, kehadiran MUI disadari senantiasa diharapkan, ditunggu, dan dinanti oleh umat dan bangsa. Namun, sesuai perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal, MUI menyadari pula dirinya harus berubah. Karena itu, dalam forum ini pula para pengurus MUI akan merumuskan kebijakan strategis yang mampu mendorong, memandu, dan mengawal perjalanan organisasi, agar ia menjadi jauh lebih baik, lebih siap, lebih modern, dan mandiri pada masa mendatang.
Apalagi, tantangan umat dan bangsa ke depan makin berat, kompleks, dan beragam. Tantangan itu tak hanya terjadi di bidang kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan, tapi juga di bidang kebangsaan dan kenegaraan. Terasa betul, kehidupan nasional kita dewasa ini masih mengalami berbagai kekurangan dan kelemahan, di bidang agama, ideologi, politik, ekonomi, hukum, budaya, dan sosial-kemasyarakatan.
Karena itu, di forum Munas ini, para pimpinan MUI yang hadir dari seluruh Indonesia juga akan merespon berbagai masalah keagamaan, kemasyarakatan, dan kebangsaan. Termasuk, ketidakmampuan kita, dalam usia Indonesia ke-70 tahun sekarang ini, untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara yang adil, makmur, dan sentosa, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.