SOLO, (Panjimas.com) –Ribuan umat Islam mendatangi acara tabligh akbar yang mengangkat tema “Menyongsong Kebangkitan Islam Di Bumi Papua”. Bangunan masjid yang tak cukup menampung jumlah peserta akhirnya panitia terpaksa menggelar sejumlah tikar di halaman tikar.
Acara yang merupakan kerjabareng antara DSKS (Dewan Syariah Kota Surakarta) dan MUI Kota Surakarta tersebut menghadirkan narasumber Ust Fadlan Garamatan. Selain Ketua DSKS Ust Dr Muinudinillah Basri MA.
Dalam pemaparannya ustadz yang dikenal dengan sebutan ustadz “Sabun” tersebut menceritakan bagaimana dulu ia berjuang berdakwah di pedalaman papua. Jalan menyusuri hutan hingga ditombak dan dipanah betis kakinya. Semua ia jalani dengan ikhlas dan sabar. Baginya ditombak adalah sebuah energi.
“Ujian yang kami tak hadapi tak ada apa-apanya jika dibanding cobaan yang Rasulullah terima saat mengenalkan Islam dimasa lalu” ujarnya. Jumat (12/8).
Namun semua itu menuai hasil yang luar biasa tiga ribu lebih masyarakat pedalaman Papua yang dulunya bernama Nuu War terbuka hatinya dan memeluk Islam. Begitupula para Kepala Suku serta beberapa pendeta.
Ustadz Fadlan juga membantah kabar yang mengatakan bahwa gereja datang lebih awal.
“Islam datang lebih awal di tanah Nuu War. Melalui Islam pulalah masyarakat disana menjadi terangkat martabatnya.”
Lain halnya dengan para misionaris yang mengklaim telah membangun tanah Nuu War. Padalah dalam kenyataannya mereka telah menghancurkan kemuliaan masyarakat Papua. Minionaris mempertahankan pakaian koteka tidak mengajari untuk berpakaian. Selain itu misionaris melarang penduduk asli untuk mandi malah disuruh menggunakan minyak babi.
Tak hanya itu misionaris juga melakukan kampanye propaganda yang terus menebar fitnah bahwa pemerintah Indonesia tidak mempedulikan orang Papua. Lewat fitnah itulah sehingga wajar banyak penduduk Papua yang terhasut hingga membenci pemerintah RI.
“Saya sudah sampaikan terkait permasalahan misionaris ini ke beberapa pejabat TNI. Namun ternyata TNI tak begitu meresponya”
Hadirnya misionaris dalam hal ini GIDI juga terus mempengaruhi pemerintah daerah. Meletusnya kasus Tolikara juga tak lepas dari pendeta-pendeta GIDI yang berasal dari Israel yang terus menghasut agar memusuhi penduduk yang beragama Islam. Padahal sebelumnya panduduk Papua telah hidup tenang dan damai. Provokasi dari misionarislah sehingga kasus Tolikara meletus.
Hanya dengan Islamlah permasalahan Papua akan selesai. Dalam acara tersebut Ust Fadlan juga menghimbau agar para aktivis peduli dan memikirkan dakwa di Papua.
“Saya mendengar di Solo banyak mujahid-mujahid. Saya tunggu keberanian dakwah kalian di tanah Papua”.