SOLO, (Panjimas.com) – Menyikapi simulasi latihan penanganan kerusuhan menjelang pelaksanaan pemilihan tanggal 20 Agustus 2015 lalu di daerah Kalimantan Selatan dengan cara meledakkan diri, melilitkan rangkaian bom rakitan di perutnya sambil mengucapkan takbir “Allah Akbar”, sehingga muncul asap putih dan serpihan bom terserak hingga radius 20-an meter patut dievaluasi dan sangat disayangkan.
“Kapolda Kalimantan Selatan Brigadir Jenderal Agung Budi Maryoto telah melangkah jauh dari realita problematika di Kalimantan. Kasus bom bunuh diri tidak pernah terjadi di Kalimantan selatan. Jelas ini hanya mencari popularitas dan sama sekali tidak relevan.” Ujar Endro Sudarsono Sekjend ISAC (The Islamic Study and Action Center) Sabtu (22/8).
Selain itu, skenario mengucap takbir, “Allahu Akbar” yang diucap oleh pelaku jelas menyudutkan umat Islam di Indonesia. Kapolda Kalimantan Selatan telah mencitrakan dan menstigma bahwa bom bunuh diri dilakukan oleh orang yang beragama Islam dengan mengharuskan mengucap takbir.
Menampakan hadiah secara vulgar kepada pelaku “Bom Bunuh Diri” dengan memberikan uang 2 juta, tidaklah mendidik dan bisa dipandang sebuah perbuatan melawan hukum setidaknya grafifikasi. Tugas Kapolda Kalimantan Selatan Brigadir Jenderal Agung Budi Maryoto cukup mepersiapkan pengamanan obyek vital, VVIP, pengendalian Massa, memperkuat intelijen, dan komunikasi para pihak yang terkait Pilkada.
“Kapolda Kaltim harus minta maaf kepada Umat Islam di Indonesia. Sikap Kapolda Kalsel tidak perlu dicontoh. Penanganan bom bunuh diri sudah masuk dalam zona terorisme, yang ditangani oleh Unit Khusus Anti Teror bukan kriminal umum.” Pungkasnya.