SOLO, (Panjimas.com) – Densus 88 kembali melakukan penangkapan terhadap tiga aktivis masjid di daerah Semanggi Pasar Kliwon Solo Rabu siang (12/8). Ketiga aktivis yang ditangkap tersebu adalah Sugiyanto, Yus Karman serta Ibadurrahman. Namun dalam penangkapan tersebut terlihat sangat arogan dan tidak manusiawi.
“Saya heran sejak Densus 88 berdiri sampai saat ini selalu menggunakan tindakan kekerasan seperti preman dalam melakukan penangkapan orang yang diduga bersalah” ungkap Endro Sudarsono selaku Sekjend ISAC Rabu (12/8) saat ditemui di Mapolresta Surkarta.
Ia menambahkan, hal itu dibuktian dengan adanya peristiwa tiga aktivis masjid warga Semanggi Pasar Kliwon yaitu Sugiyanto, Yus Karman serta Ibadurrahman.
Menurut data investigasi yang dimilikinya ISAC mengungkapkan bahwa penangkapan ketiganya sangat tidak profesional.
Giyanto ditangkap di derah Semanggi Rt 2 RW 3 dengan cara ditabrak dari belakang hingga ia dan sepeda motornya tersungkur di selokan. Usai jatuh ia lalu dipukuli oleh gerombolan tersebut yang mengaku dari kepolisian.
Hal serupa juga dialami oleh Yus Karman. Ia ditangkap di Masjid At Taubah daerah Losari Semanggi sedangkan Ibadurrahman ditangkap didepan SPBU semanggi dengan disertai ditabrak dan diseret.
“Kebiasaan Densus 88 lainnya adalah tidak pernah memberikan surat penangkapan. Tidak ada bedanya dengan preman yang langsung menculik” tambahnya.
Asas praduga tak bersalah juga tak berlaku bagi kasus penangkapan aktivis Islam.
Sementara itu Edi Lukito Ketua DPP LUIS juga menyampaikan kekecewaannya terkait aksi brutal Densus 88.
“Penangkapan dengan kekerasan itu tidak profesional justru mencoreng institusi Polri. Semestinya Polri melindungi dan mengayomi warga, apalagi Kota Solo yang terkenal berbudaya” kesalnya.
Dalam waktu dekat ISAC beserta keluarga berencana akan melaporkan penangkapan dan penyiksaan tak manusiawi ini ke Propam Polda Jawa Tengah dan Komnas HAM.