JAKARTA (Panjimas.com) – Komisioner Pemantauan Komnas HAM, Natalius Pigai saat ditemui Islampos menyebut Tim Pencari Fakta (TPF) Komite Umat (Komat) untuk Tolikara yang dipimpin oleh Ustadz Bachtiar Nasir sebagai kelompok Islam garis keras.
“Komat itu lembaga apaan, LSM bukan, polisi juga bukan. Komat niatnya saja sudah tidak benar. Komat itu tidak independen. Komat itu semuanya kelompok Islam garis keras,” ujar Pigai yang menyebut pernyataannya sebagai komisioner Komnas HAM pada Senin (10/8/2015).
Dalam jumpa pers Natalius Pigai tidak hadir. Usai jumpa pers, Pigai menemui wartawan lalu diwawancarai seputar Tragedi Tolikara. Alasannya tidak berada dalam jumpa pers, karena ia ingin bersikap objektif, karena dirinya merasa Papua, meski ia katanya punya kewenangan untuk itu.
Pigai mengaku aneh ketika Komat dalam rekomendasinya menyerukan agar Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) dibubarkan. “Emang GIDI salah apa? Sampai ingin GIDI dibubarkan. Disini Komat sudah tidak independen dan salah kaprah,” kata Pigai.
Ketika ditanya kenapa Presiden GIDI hingga saat ini belum ditangkap aparat? Menurut Pigai, Presiden GIDI itu seperti Ketua Umum MUI atau Ketua Umum FPI, yang tak bisa ditangkap atau dibubarkan. GIDI itu sebuah agama, bagian dari Protestan. Salah GIDI apa?
Temuan adanya fakta Presiden GIDI terlibat dalam Perda diskriminatif di Tolikara, disanggah Pigai. Katanya, Markaz Presiden GIDI itu adanya di Jayapura, bukan di Tolikara. “GIDI itu ada di seluruh dunia. Presidennya GIDI ya Presiden dunia. Sepertinya banyak yang belum paham soal struktur organisasi GIDI. Tapi kalau pengurus GIDI di Tolikara bisa saja dimintai pertanggungjawabannya. Jadi bukan Presiden GIDI.”
Pigai juga mempertanyakan temuan Balitbang Kemenag RI terkait dugaan korupsi Bupati Tolikara yang dilaporkan oleh masyarakat Tolikara. “Kemenag itu kewenangannya apa, tentu bukan mengurusi soal korupsi. Kemenag atau Komat mengusut kasus Tolikara dengan korupsi apa hubungannya?
Anggota Subkom Pemantauan Tolikara ini juga menyebut ada dua aspek dalam menyikapi kasus di Tolikara, yakni intoleransi agama. “Memang ada fakta, muslim yang sedang beribadah itu diserang oleh 15.000 orang. Tapi ada juga fakta, dari sekian banyak massa yang menyerang, tak satupun Muslim yang terkena lemparan batu. Tidak ada muslim yang sedang shalat terkena lemparan.”
Bukankah kios dan masjid dibakar massa? “Wah itu lain lagi,” dalih Pigai. Kemudian, Pigai menyebut fakta kedua, aparat yang menembak satu orang dan 11 lainnya luka-luka. Fakta ketiga, terjadi penembakan dan pembakaran kios yang merembet ke musholla. Jadi tidak langsung membakar musholla. Dan tidak ada niat, keinginan, dorongan dan kebencian dari massa terhadap Muslim untuk membakar musholla,” tukas Pigai.
Dikatakan Pigai, aparat manapun yang melakukan penembakan, dan yang menghilangkan nyawa orang harus diusut. “Secara umum, tidak ada kebencian yang massif dan terencana,” katanya.
Ketika ditanya, apakah GIDI terkait OPM? “Syukur-syukur jika TPF Komat bisa membuktikan itu?” Ditanya lagi, bagaimana dengan fakta adanya bendera Israel? “Kalau bendera itu di luar jangkauan Komnas HAM. Apa hubungannya bendera dari sisi HAM? Itu urusan pemerintah,” tandas Pigai.
Bila pembawa atau pengguna bendera ISIS saja ditangkap dan dipenjara, kenapa bendera Israel boleh? “Wah, saya nggak tahu. Karena ada fakta, Kristen itu ada juga yang suka Raja Daud, seperti di Manado dan Papua. Mereka suka pakai kalung simbol bintang Daud. Soal bendera Israel lagipula kita tak punya hubungan diplomatik. Dalam perspektif Kristen tidak menjadikan simbol bintang Daud sebagai negara, tapi hanya lambang Nabi Daud.”
Sebagai catatan, Komat Tolikara dibentuk pada 19 Juli 2015 setelah pertemuan para tokoh nasional, diantaranya Ust Arifin Ilham, Ust Yusuf Mansur, Hidayat Nurwahid, KH. Didin Hafidhuddin, Ust Bachtiar Nasir, Ust M. Zaitun Rasmin, Aries Mufti, Ustadz Fadzlan Garamatan dan sebagainya. TPF kemudian menunjukan Ustadz Fadzlan untuk menjadi Ketua TPF Komat Tolikara.
Selama delapan hari, sejak tanggal 22-29 Juli, Ustaz Fadzlan bersama Tim TPF yang berjumlah tujuh orang, telah melakukan investigasi dengan menemui pihak kepolisian dan tokoh masyarakat di Tolikara. Dalam Konferensi Pers di Restoran Pulau Dua, Senayan , Jakarta, Ustadz Fadzlan didampingi oleh Ketua Harian Komat Ustadz Bachtiar Nasir, Ust Adnin Armas, Nasir Jamil, dan Ust Wafiudin. [Desastian/Islampos]