SOLO, (Panjimas.com) – Keputusan MUI yang menjelaskan bahwa BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan itu tidak sesuai syariah telah membuat polemik. Ada yang mendukungnya, ada yang menolak atau juga yang bingung mensikapi. Terkait hal itulah maka diselenggarakan sebuah acara tablig Akbar yang mengambil tema “BPJS Haram ?”
Acara yang dihadiri oleh ribuan peserta tersebut diselenggarakan di Masjid MUI Solo. Tampil sebagai pembicara dalam kegiatan tersebut Mudir Mahad Aly An Nur, Ustadz Imtihan As Syafii.
Dalam tausiahnya Ustadz Imtihan menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan dikatakan tidak syari karena memiliki tiga unsur diantaranya adalah,
Pertama, BPJS memeliki unsur pemaksaan yaitu mewajibkan bagi setiap orang. Meski saat ini tidak semua warga Indonesia diwajibkan namun menurut Undang-Undang yang ada kedepan di tahun 2019 semua warga negara Indonesia diwajibkan untuk mengikuti program BPJS. Jika tidak mau maka akan dipersulit dalam memperoleh semua pengurusan administrasi. Harusnya namnya asuransi itu tidak ada unsur paksaan. Memaksa itu masuk dalam kriteria kedholiman.
Kedua, dalam BPJS Kesehatan terdapat unsur denda. Artinya jika ada orang terlambat dalam membayar iuran maka mendapatkan denda. Entah dia itu terlambat karena terkena musibah atau tidak yang penting terlambat maka harus didenda. Denda inilah yang oleh Ulama masuk unsur riba.
Ketiga, dalam pengumpulan dana negara tidak mempunya jaminan apakah dikelola dengan cara syariah atau bukan.
“Jika demikian maka pengelolaan BPJS Kesahatan mengandung riba. Padahal riba itu sendiri dilarang dalam Islam. Imam Malik menjelaskan bahwa haramnya riba itu melebihi haramya arak” ujarnya Ahad (8/9) didepan peserta kajian.
Dalam hal ini masyarakat memang secara langsung tidak melakukan transaksi riba, namun jangan salah dengan mendukung program BPJS berarti masyarakat juga mendukung program pemerintah yang sarat dengan unsur riba.
Ustadz Imtihan juga memberikan saran kepada pemerintah terkait masalah ini.
“Harusnya pemerintah mendengarkan nasehat MUI agar membersihkan dari unsur riba. Karena sebagian besar masyarakat Indonesia adalah muslim” tambahnya.
Kalau tidak sebenarnya umat Islam mampu membuat solusi tersebut dengan membuat semacam asuransi namun sesuai dengan syariah. Sebagai contohnya di Mahad Aly An Nur itu dibuat dan sudah lima tahun ini berjalan.