JAYAPURA, (Panjimas.com) – Pimpinan Gereja Papua yaitu Presiden GIDI Pdt Dorman Wandikbo S.Th, Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua Pdt Dr Benny Giay, Ketua Sinode GKI Di Tanah Papua Pdt Alberth Yoku S.Th, dan Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua Pdt Socratez Sofyan Yoman S.Th, menyampaikan pernyataan mereka terkait tragedi Tolikara. Rabu (5/8).
Sayangnya, para pimpinan tokoh Kristen yang katanya mengedepankan agama kasih itu, jauh dari sikap arif dan bijaksana. Mereka sama sekali tak mencantumkan permohonan maaf kepada umat Islam Tolikara yang telah menjadi korban penyerangan saat melaksanakan shalat Idul Fitri pada Jum’at (17/7/2015) lalu.
Sebaliknya, mereka menuding bahwa peristiwa Tolikara telah menabrak sejarah. Berikut ini selengkapnya:
PRESS RELEASE
PIMPINAN GEREJA PAPUA
(SINODE : GKI, KINGMI, BAPTIS, GIDI)
“PERISTIWA TOLIKARA MENABRAK SEJARAH PERADABAN ORANG ASLI PAPUA DAN MEMBUKA MATA TERHADAP KEBERAGAMAN DI INDONESIA “
PERADABAN PAPUA DIMULAI OLEH MISSI PENGINJILAN TELAH MELAHIRKAN GEREJA YANG MAMPU MENATA KEHIDUPAN MASYARAKAT PAPUA DI BIDANG MENTAL SPIRITUAL, PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN EKONOMI SERTA MENYEDIAKAN INFRASTRUKTUR DASAR (SEKOLAH, POLIKLINIK, PENERANGAN LAPANGAN TERBANG) DSB. HAL INI MENJADI MODAL DASAR KEGIATAN PEMBANGUNAN KETIKA PEMERINTAH MULAI MEMASUKI WILAYAH PAPUA, KHUSUSNYA KARUBAGA.
RELASI HISTORIS INI TIDAK AKAN DILUPAKAN DALAM HUBUNGAN KERJA SAMA HARI INI DAN DI MASA DEPAN; DARI MISIONARIS ORANG PAPUA BELAJAR TENTANG HIDUP, IMAN, ILMU DAN KETERAMPILAN. MEREKA BERKORBAN DAN MATI UNTUKKAMI. MISIONARIS BERKORBAN BAGI SPIRITUAL. DATANGLAH PEMERINTAH MEMANFAATKAN INFRASTRUKTUR DASAR DAN MEMANFAATKAN SUMBER DAYA MANUSIA YANG SUDAH DISIAPKAN OLEH MISIONARIS.
PROGRAM PEMBANGUNAN TIDAK DILETAKKAN DIATAS DASAR YANG SUDAH ADA MELAINKAN CENDERUNG MERUSAK, KARENA DIANGGAP BERBAU ASING (HERMENEUTIKA CURIGA). AMAT DISAYANGKAN BAHWA PANDANGAN INI TERCERMIN KUAT DALAM PERNYATAAN PARA PETINGGI NEGARA, MEDIA DAN PUBLIK DI LUAR PAPUA MENYIKAPI PERISTIWA TOLIKARA.
HERMEUNETIKA TADI MEMBAYANG – BAYANGI PIKIRAN PEJABAT PEMERINTAH, BAIK SIPIL MAUPUN TNI/ POLRI ATAU PENDUDUK NON PRIBUMI YANG MEMASUKI WILAYAH TOLIKARA DAN PAPUA PADA UMUMNYA MEMAKSAKAN KEBIASAAN DAN KEAGAMAAN MEREKA UNTUK BERKEMBANG DEMI KEPENTINGAN MEREKA SENDIRI SEHINGGA TIDAK MEMPERHATIKAN KEBERAGAMAN DAN KEAGAMAAN ORANG ASLI PAPUA.
PERLAKUAN DEMIKIAN TELAH BERLANGSUNG LAMA, MENGAKIBATKAN DISTORSI TERUS – MENERUS AHIRNYA MENIMBULKAN JURANG PEMISAH, ANTIPATI DAN KONFLIK. KASUS TOLIKARA HANYA LETUPAN DARI PERMUKAAN SEBUAH GUNUNG ES DARI LETUPAN-LETUPAN SEBELUMNYA YANG TIDAK PERNAH DI TANGANI SECARA TUNTAS SEPERTI PERISTIWA PENEMBAKKAN PANIAI ( 8 DESEMBER 2014), YAHUKIMO (19 MARET 2015), KEROM 6 SEPTEMBER 2014, PASAR YOTEFA, SORONG 21 APRIL 2014 DLL.
PEMERINTAH PUSAT MELEGITIMASI KEBIASAANNYA YAITU BERPIHAK KEPADA ORANG NON PAPUA DAN AGAMA NON KRISTIANI. HAL INI TERBUKTI DALAM PENANGANAN KASUS TOLIKARA (REHABILITASI PASAR, PELETAKKAN BATU PERTAMA MESJID, PROSES HUKUM ATAS TOKOH GEREJA) DIBANDING KORBAN JIWA DAN KERUGIAN MATERIL MASYARAKAT ASLI PAPUA DI TOLIKARA.
SEMUA MATA DAN TELINGA PUBLIK NASIONAL SENGAJA DI TUTUP DARI FAKTA YANG SEBENARNYA TERJADI DALAM KASUS TOLIKARA YAKNI BERAWAL MULA DARI PELARANGAN PENGGUNAAN TOA DALAM IBADAH KELOMPOK MUSLIM DI KARUBAGA YANG DISEPAKATI SEJAK TAHUN 2010.
PADA TANGGAL 30 JUNI 2015 DAN MENJELANG KEGIATAN SEMINAR DAN KKR PEMUDA TANGGAL 15 JULI 2015, BUPATI TOLIKARA TERUS-MENERUS BAIK MELALUI TELEFON MAUPUN PADA SAAT TATAP MUKA MENGINGATKAN KAPOLRES TOLIKARA AGAR MENYAMPAIKAN KEPADA PENGURUS MUSHOLA ATAU USTAD TENTANG KESEPAKATAN DIMAKSUD, TETAPI AMAT DISAYANGKAN BAHWA PADA SAAT PERAYAAN IDUL FITRI DI HALAMAN KORAMIL KARUBAGA ITU, TOA DIPERGUNAKAN SEHINGGA MENGUNDANG PROTES DARI PARA PEMUDA. DAN DISINILAH AWAL TERJADINYA INSIDEN TOLIKARA.
MENYIMAK KONDISI INI KAMI, PIMPINAN GEREJA PAPUA MENYATAKAN :
1. MENYIMAK PENGALAMAN ORANG PAPUA YANG TERULANG MELALUI KASUS TOLIKARA, PERTANYAAN TUHAN KEPADA KITA , APAKAH KITA MENERIMA INI SEBAGAI NASIB ATAUKAH MEMBIARKAN TERUS TERJADI? MASIH ADA ENERGI PADA KITA MELALUI ADAT, AGAMA DAN PEMERINTAH UNTUK BERSIKAP MENGHADAPI KONDISI INI DAN MENJADI PELAJARAN BARU UNTUK PERUBAHAN.???
2. APAKAH TOLERANSI DAN HUKUM HANYA DI TEGAKKAN DI TANAH PAPUA??
3. MENYIKAPI KASUS TOLIKARA JAKARTA “CEPAT KAKI RINGAN TANGAN DAN RINGAN MULUT”, RAMAI-RAMAI MENYALAHKAN PENDUDUK SETEMPAT DAN MENEMBAK MEREKA?
4. ADILKAH PERLAKUAN ( POINT 3) BAGI ORANG ASLI PAPUA DI TOLIKARA YANG MEMBERIKAN TANAH GEREJA UNTUK PEMBANGUNAN MUSHOLA, KORAMIL, POLRES, KIOS DAN BERBAGAI FASILITAS PEMERINTAH LAINNYA. APAKAH INI YANG DISEBUT ” AIR SUSU DI BALAS AIR TUBA”???
5. APAKAH TNI/POLRI DAN PNS DITUGASKAN DI TANAH PAPUA UNTUK MENYEBARKAN AGAMA???
6. APAKAH TNI/POLRI DI TEMPATKAN DI TANAH PAPUA UNTUK MEMBUNUH ORANG PAPUA??
7. DIMANAKAH PERAN NEGARA DALAM MELINDUNGI KELOMPOK MINORITAS SEPERTI AHMADIYAH, SYIAH SERTA PEMBAKARAN DAN PENUTUPAN GEREJA-GEREJA DI LUAR PAPUA)???
8. APAKAH CARA-CARA PENYELESAIAN DI ATAS DIRESAPI OLEH NILAI-NILAI PANCASILA DAN UUD 45 ???
9. APAKAH ORANG ASLI PAPUA ADALAH ORANG INDONESIA???
PERTANYAAN – PERTANYAAN INI YANG LAHIR DARI REFLEKSI KAMI SEBAGAI PEMIMPIN GEREJA PAPUA YANG DISAMPAIKAN KEPADA PEMERINTAH INDONESIA, UNTUK MULAI MENYELESAIKAN PERSOALAN PAPUA DENGAN ADIL DAN BERMARTABAT DENGAN MENGHENTIKAN KRIMINALISASI TERHADAP TOKOH-TOKOH GEREJA PAPUA DALAM HAL INI PIMPINAN GIDI BERSAMA JAJARANYA DAN KORBAN-KORBAN LAIN