JAKARTA (Panjimas.com) – Tim Pencari Fakta (TPF) Komite Umat Untuk Tolikara (Komat Tolikara) yang dipimpin Ustadz Fadzlan Garamatan bersama Ustadz Bachtiar Nasir sebagai Ketua Komat Tolikara, menyampaikan hasil temuan lapangan TPF ke Komnas HAM pada pukul 10.00 WIB, Kamis, (6/8/2015).
Laporan tersebut terkati aksi pembubaran shalat Idul Fitri, pada Jum’at, 17 Juli 2015, yang berujung pada pembakaran kios dan masjid Baitul Mutaqin di Karubaga, Tolikara, Papua.
TPF Komat menyatakan telah terjadi pelanggaran HAM Berat di Tolikara oleh Gereja Injili Di Indonesia (GIDI), sehingga sekte gereja yang berafiliasi ke Israel itu layak untuk dibubarkan karena mengancam keutuhan NKRI.
Sementara Komnas HAM yang juga menurunkan TPFnya ke Tolikara, membenarkan tentang adanya sikap intoleransi di daerah tersebut tersebut.
Komnas HAM mengungkapkan kebenaran adanya Perda yang ditandatangani Bupati dan disetujui DPRD Tolikara, yang isinya melarang umat beragama lain selain GIDI menjalankan agamanya secara bebas, seperti melarang pemakaian jilbab di muka umum, serta melarang pembangunan rumah ibadah lain, termasuk gereja non-GIDI dan pembangunan masjid.
“Perda itu kata Bupati Tolikara yang sempat kami mintai keterangannnya, ia tanda tangani pada tahun 2013,” jelas Komisioner HAM Manager Nasution yg ditunjuk sebagai Ketua TPF Insiden Tolikara.
Namun, lanjut Manager saat ia meminta bukti fisik Perda tersebut, Bupati Tolikara Usman G Wanimbo, belum bisa menyerahkan dengan alasan stafnya yang bertugas mengarsip surat tersebut sedang izin cuti.
Tetapi, lanjut Manager, Bupati Tolikara berjanji akan mengirimkan bukti fisik perda yang dinilai diskriminatif tersebut ke Komnas HAM dan Kemendagri. “Karena ternyata Kemendagri juga belum mendapat tembusan Perda tersebut,” ungkap Manager.
Hingga kini Komnas HAM masih menunggu bukti fisik teks Perda tersebut, meski tak jelas batas waktu kapan Bupati Tolikara akan mengirimkanya. [AW]