BEKASI (Panjimas.com) – Ketua Divisi Investigasi dan Wacana Publik Jurnalis Islam Bersatu (JITU), Fajar Shadiq mengungkapkan jurnalisme damai yang digembar-gemborkan media mainstream terkait tragedi Tolikara sarat penguburan fakta.
Hal itu disampaikan Fajar dalam acara tabligh akbar dengan tema “Tolikara dan Bitung Membara, Bagaimana Sikap Kita?”
“Jurnalisme damai ini sesungguhnya penutupan fakta apa yang sebenarnya terjadi, pemelintiran isu,” kata Fajar Shadiq di hadapan ratusan peserta yang hadir di Masjid Agung Al-Barkah, Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Ahad (2/8/2015).
Fajar yang terjun langsung dalam investigasi di Tolikara, Papua menyebut media mainstream kerap bersikap standar ganda dalam pemberitaan.
“Dalam kejadian di Tolikara ini, satu pun tidak ada media yang menyebutkan bahwa itu adalah peristiwa teror. Coba bayangkan ketika yang terbakar adalah sebaliknya, misalkan ada umat Islam yang membakar gereja, pasti itu akan menjadi headline, TV One, Metro TV akan menyoroti berjam-jam, bahkan mungkin berhari-hari, sehingga isunya menjadi sedemikian meledak,” ungkapnya.
Tak hanya itu, berita-berita yang telah beredar tentang tragedi Tolikara, banyak juga yang diganti.
“Berita-berita yang judulnya sedikit galak saja langsung diganti,” ujarnya.
Metrotvnews.com misalnya, sebelumnya membuat berita “Saat Imam Takbir Pertama, Sekelompok Orang Datang dan Lempari Musala di Tolikara” kemudian diganti judul menjadi “Amuk Massa Terjadi di Tolikara”. Bukan cuma judul saja, konten berita pun diubah.
Parahnya lagi, dimana realitanya umat Islam yang dizalimi, tetapi ada upaya pemutarbalikan fakta menjadi massa Kristen GIDI yang menyerang itulah yang seolah jadi korban dan ditembak aparat.
“Media membuat opini bahwa merekalah yang diserang,” ujarnya. [AW]