BANDUNG, (Panjimas.com) – Menyusul Pelaporan terdahulu, Tim Advokasi Muslim (TAM) tanggal 30 Juli 2015 mengajukan permohonan ke Kapolri perihal Tindak Lanjut LP. Nomor: TBL/547/VII/2015 Bareskrim tanggal 20 Juli 2015 tentang adanya dugaan tindak pidana (TP) kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi sesuatu pertemuan agama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 KUHP, atas nama terlapor: Sdra. Nayus Wenda, S.Th. dan Sdra. Marthen Jingga, S.Th, MA.
Dalam releasenya yang dikirimkan pada hari Kamis (30/7). Ada beberapa alasan kuat yang menurut TAM patut untuk diperhatikan diantaranya,
Pertama, Berdasarkan penelitian dan kajian kami, pihak Terlapor selain telah diduga melakukan tindak pidana Pasal 175 KUHPidana juga terindikasi kuat melakukan tindak pidana Pasal 160 KUHPidana Jo Pasal 170 KUHPidana Jo Pasal 156a KUHPidana, Jo Pasal 55 KUHPidana. Untuk itu, maka dipandang layak kepada mereka ditetapkan sebagai ”Tersangka”.
Kedua. Terkait dengan adanya dugaan terjadinya perbarengan perbuatan pidana (concursus), dan telah memenuhi syarat obyektif (ancaman diatas 5 tahun) dan syarat subjektif (dikhawatirkan menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatannya dan melarikan diri), maka kami mengharapkan agar kepada yang bersangkutan dilakukan penangkapan dan penahanan.
Ketiga. Bahkan ternyata pula dari berbagai keterangan, informasi dan data yang didapatkan dari berbagai Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk secara independen antara lain, TPF Komat, TPF MUI Pusat, TPF Jurnalis Islam Bersatu (JITU), dan lain-lain menunjukkan bahwa Organisasi Gereja Injili di Indonesia (GIDI) sebagai korporasi terindikasi kuat telah melakukan tindak pidana Makar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 KUHPidana jo Pasal 108KUHPidana jo Pasal 110KUHPidana jo Pasal 110 KUHPidana jo Pasal 111 KUHPidana dan keterhubungannya dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Negara Asing, khususnya Israel.
Keempat. Selain tindak pidana Makar sebagaimana disebutkan pada butir ketiga di atas, Organisasi GIDI juga terindikasi kuat melakukan tindak pidana teroris sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 6 jo Pasal 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teroris dan juga kejahatan Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.