PAPUA, (Panjimas.com) – Setelah kasus pembakaran Masjid di Tolikara Papua pada Jumat (17/7) yang lalu, giliran gempa berkekuatan 7,2 skala Richter (SR) mengguncang Papua. Gempa dirasakan kuat di daerah Mamberamo Raya.
Hal tersebut dilaporkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam situsnya seperti dilihat detikcom, Selasa (28/7/2015) pagi. Gempa terjadi hari ini pukul 04.41.23.
Pusat gempa berada di 75 Km tenggara Mamberamo Raya, 81 Km timur laut Tolikara, dan 99 Km barat laut Mamberamo Tengah, Papua. Gempa di posisi 2.87 lintang selatan dan 138.53 bujur timur.
Pusat gempa di darat pada kedalaman 49 Km. Gempa ini disebut BMKG tidak berpotensi tsunami.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho melaporkan, posko BNPB telah mengkonfirmasi BPBD Papua dan dilaporkan gempa dirasakan sangat kuat selama 4 detik.
“Masyarakat panik dan berhamburan ke luar rumah. Belum ada laporan kerusakan bangunan dan korban jiwa. Wilayah yang sulit dijangkau dan keterbatasan aksesibilitas menyebabkan kesulitan pemantauan. BPBD Provinsi Papua masih berkoordinasi dengan BPBD dan aparat setempat. Pendataan masih dilakukan,” jelas Sutopo, Selasa (28/7). Seperti dilansir detik.
Berdasarkan gempa yang dirasakan tercatat di Jayapura II-III MMI, Sarmi IV MMI, Wamena III MMI, Sentani II-III, dan Biak II-III. Artinya, lanjut Sutopo, gempa dirasakan lemah di daerah-daerah di luar pusat gempa.
Dijelaskan Sutopo, wilayah di utara daratan di Provinsi Papua seperti di Kabupaten Yapen, Waropen, Jayapura, dan Mamberamo, memang rawan gempa. Di wilayah ini ada sesar aktif yaitu Sesar Yapen bergerak ke barat-timur rata-rata 2-5 cm per tahun, dan Sesar Mamberamo. Berdasarkan sejarah gempa di daerah ini pernan terjadi gempa besar seperi gempa 7,9 (1926), 8,1 (1971).
Daerah Indonesia bagian Timur menurut Sutopo memang rawan gempa dan tsunami. Namun terbatasnya riset mengenai gempa dan tsunami, juga infrastruktur kebencanaan di daerah ini menyebabkan belum dapat dikenali karakteristik gempa dan tsunami.
“Begitu juga dengan mitigasi bencana juga masih terbatas dibandingkan dengan daerah di Indonesia bagian Barat. Ada baiknya Kementerian Ristek dan Dikti, lembaga-lembaga riset nasional (BPPT, BMKG, Badan Geologi, LIPI, dan lainnya) mengalokasikan anggaran yang memadai untuk meningkatkan riset kebencanaan di daerah ini,” sambung dia.