SOLO (Panjimas.com) – Sehari setelah tragedi pembubaran paksa dan pembakaran Masjid Baitul Mustaqin di Komplek Koramil saat pelaksanaan sholat Idul Fitri 1436 H di Tolitara Papua, Sabtu sore (18/7) Ratusan Umat Islam Solo menggeruduk Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) Joyotakan Solo.
Bedanya, sikap umat Islam melakukan langkah-langka formal dan santun serta melibatkan aparat untuk menggeruduk gereja liar GIDI. Sedangkan, orang Kristen Jemaat GIDI, melakukan aksi anarkis dan teror terorganisir dengan menyerang dan membakar Masjid Baitul Mustaqim yang didirikan secara resmi oleh Umat Islam di Tolikara, Papua.
Umat Islam Solo meminta Pendeta T. Yusrina Sadeke, S.Th menutup dan tidak melakukan kegiatan peribadatan/kebaktian karena gereja GIDI merupakan gereja liar dan belum mendapat ijin dari Walikota Solo.
Ratusan massa berkumpul setelah menunaikan sholat Asar di masjid An Nikmah Tanjung Anom Solo berbaris rapi lalu berjalan kaki sekitar 400 m menuju rumah yang setiap hari Minggu digunakan Kebaktian GIDI. Sambil berjalan kaki mereka melakukan orasi mengutuk pembubaran dan pembakaran Mushola Baitul Musaqin saat pelaksanaan sholat Idul Fitri 1436 H di Tolitara Papua.
Sesampai di depan rumah ibadah GIDI tepatnya di Jalan Rebab no 17 Rt 05 Rw III Joyotakan Serengan Solo, mereka orasi bergantian. Sebagai oratornya adalah Ust. Sholeh Ibrahim (Jamaah Ansharut Tauhid), Ust. Surawijaya (Jamaah Ansharus Syariah) dan Ust. Yusuf Suparno (Laskar Umat Islam Surakarta), Ust. Akhmad (Majelis Mujahidin Indonesia).
Atas nama umat Islam Solo, LUIS menyampaikan sebuah surat keberatan yang ditujukan kepada Pengurus GIDI, Lurah Joyotakan, Camat Serengan, FKUB dan Walikota Solo tentang keberadaan rumah tersebut yang belum mempunyai ijin dari pemerintah kota. Alasan lain adalah kekawatiran umat Islam Solo yaitu GIDI di Tolikara mirip dengan GIDI Joyotakan Solo yang memiliki paham Ekstrim dan Anti Toleransi Beragam.
Surat diserahkan oleh Joko Sutarto dari Tim Advokasi Umat (TAU) langsung diterima pendeta T. Yusrina Sadeke, S.Th disaksikan oleh Wakapolres Solo AKBP Hariyadi dan Pasiintel Kodim Solo Kapten Subardi. Pendeta mengaku dan menyadari bahwa selama bertahun tahun kegiatan peribadatan GIDI di Joyotakan belum mendapat ijin dari Walikota Solo. Pendeta juga berjanji akan menghentikan peribadatan dirumahnya.
Setelah hampir pukul 17.00 WIB massa yang didukung dari LUIS, JAT, JAS, Majelis Taklim Al Ishlah, Forum Komunikasi Aktivis Masjid (FKAM), Satgas MTA, MMI membubarkan diri dengan tertib. [AW/Humas LUIS Endro Sudarsono]
LINK VIDEO: