SURABAYA (Panjimas.com) – Mantan Kepala Staf Kostrad TNI AD, Mayor Jenderal (Purn) TNI Kivlan Zen SIP MSi mengatakan bahwa dirinya telah mendengar rencana pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) yang akan meminta maaf kepada eks PKI melalui pidato Presiden tanggal 15 Agustus 2015 mendatang.
Menurut Kivlan, pemerintah akan membentuk dewan rekonsiliasi jilid dua, yang unsurnya dari Jaksa Agung, TNI, Kepolisian, Menkopolhukam dan Menkumham dalam rangka menyelesaikan masalah HAM berat di masa lalu, yang focusnya kasus Tri Sakti, Semanggi 1 dan 2, Petrus, Wasiong, dan lain lain yang akan diselesaikan supaya tidak menjadi beban Negara.
“Agar RUU ini bisa berjalan, maka dicarikan solusi yang salah satunya pembentukan Komisi melalui Perpres untuk organisasinya dan Keppres untuk personilnya, supaya tidak bisa dibatalkan oleh MK, dan sesuai aturan, Presiden memang bisa membentuk itu,” kata Kivlan saat berada di Hotel Emi Surabaya pada Sabtu (4/7/2015).
Mantan Kas Kostrad saat Prabowo Subianto menjabat Panglima Kostrad ini juga mengatakan, jika rancangannya juga sudah disebutkan, yang salah satu isinya adalah permintaan maaf dari Pemerintah Indonesia kepada para korban 6 peristiwa, termasuk kejadian PKI tahun 1965.
“Tetapi didalamnya tanpa menyebutkan bagaimana dengan dengan kejadian Tanjung Priuk, PRRI Permesta, RMS, DI-TII, yang disana banyak mengorbankan jiwa putra-putra Negara, akibat pemberontakan itu, kenapa tidak masuk yang dipersoalkan,” protesnya.
Demikian juga dengan akibat pemberontakan PKI, karena banyak hak-hak yang dilanggar. Untuk itu Negara harus waspada, karena jika Negara meminta maaf kepada eks PKI dan keturunannya, lantas bagaimana korban-korban pembantaian yang dilakukan oleh PKI pada tahun 60an seperti di Kediri, Blitar dan Jember.
Padahal saat itu telah terjadi pembunuhan para ulama dan kyai yang dilakukan oleh PKI. Dan ada juga di Banyuwangi tanggal 1 Oktober yang 60 pemuda Anshor terbunuh, yang ini tidak disebutkan juga mendapatkan kompensasi, atau rehabilitasi kepada mereka.
“Jadi ketika Negara merasa bersalah dan meminta maaf kepada orang-orang PKI, maka pemerintah secara tidak langsung membenarkan gerakan mereka yang mengakibatkan terbunuhnya para jenderal itu, dan mereka tidak bersalah. Padahal gerakan G 30 S PKI bisa dibuktikan keterlibatannya, karena saat itu sempat terbentuk dewan revolusi pimpinan Untung, itu semua orang-orang PKI, meskipun mereka tidak mengaku terlibat dan merancang, karena dianggapnya urusan internal TNI AD,” tandas Alumni Akademi Militer (Akmil) 1971 ini.
Putra Minangkabau kelahiran Langsa, Nanggroe Aceh Darussalam ini melanjutkan, dalam dekrit Untung menyebutkan bahwa gerakan ini adalah gerakan TNI AD yang dibantu oleh angkatan lain, ini kan janggal, disamping itu Untung bukan murni dari satuan angkatan darat, karena Untung dari satuan pengawal presiden yakni Cakra Bhirawa, dengan demikan bukan persoalan angkatan darat.
“Anggota dewan Revolusi bentukan Untung terdiri dari empat angkatan ditambah orang-orang sipil, yakni orang-orang PKI dan yang pro PKI, dan sudah terbentuk mulai dari pusat hingga ke daerah dan desa,” tambah Jenderal kelahiran 24 Desember 1946 ini.
Euforia saat itu, lanjut Kivlan, akibat pembunuhan 60 pemuda Anshor disana juga marah, sehingga mereka menyerang seluruh kantor-kantor PKI, dan simpatisannya, karena mereka sudah membuat propaganda yang isinya menyerang dan menjelek-jelekkan ulama, dan dengan demikian bisa dibuktikan bahwasanya mereka itu terlibat.
“Seandainya yang disebutkan di media itu benar, bahwa pemerintah akan meminta maaf, bahkan saya juga mendengar informasi dari Prof Dr Jimly Asshiddiqie SH, saat bertemu dua minggu yang lalu, bahwa dalam pidato Presiden tanggal 15 Agustus nanti, Negara akan meminta maaf kepada seluruh korban PKI. Lantas saya jawab, loh pemerintah meminta maaf, kalau meminta maaf maka merekalah yang benar,” terangnya. [GA/SPNews]