SOLO (Panjimas.com) – Sidang lanjutan kriminalisasi terhadap 5 (lima) aktivis Anti Miras Kota Solo kembali digelar pada Selasa (16/6/2015) pagi di Pengadilan Negeri (PN) Surakarta (Solo). (Baca: Sidang Lanjutan Aktivis Anti Miras Solo Besok Selasa Pagi 16 Juni 2015 Kembali Digelar di PN Solo)
Kelima aktivis Anti Miras Kota Solo yang diduga kuat merupakan korban salang tangkap dari aparat Dalmas Polresta Solo itu adalah Agus Junaedi (43 tahun), Robby Rahardian (31 tahun), Muhammad Hudzaifah Al Mubarok (20 tahun), Dani Ardianto (19 tahun) dan Panto Wiyono (24 tahun).
Sidang yang dipimpin oleh H Teguh Harianto SH M.HUM selaku Hakim Ketua dan didampingi oleh dua Hakim Anggota, yakni Subur Susatyo SH MH dan Puji Hendro Suroso SH ini dimulai pada pukul 10.30 WIB dan selesai pada pukul 14.00 WIB dengan agenda pemeriksaan saksi korban, yakni Sobri Dwi Ristiyanto dan orangtua Sobri, yakni Mahmud.
Sedangkan korban lainnya, yakni Rhodema Inshafaro Semidang Putra yang merupakan kakak kandung Sobri tidak hadir. Menurut keterangan Mahmud, anaknya itu tinggal di Kalimantan.
“Sedangkan pas kejadian itu, anak saya yang bernama Rodema sedang ke Solo untuk menjenguk orangtuanya dan adik-adiknya,” ujar Mahmud dihadapan majelis hakim. Namun, majelis hakim kemudian memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menghadirkan Rodema pada sidang berikutnya.
“Lho kok gak bisa hadir itu gimana? Dia kan statusnya sebagai korban. Meskipun tempat tinggalnya jauh, maka dia itu wajib hadir karena statusnya sebagai korban dalam kasus ini. Jadi sidang berikutnya dia harus hadir yaa,” demikian bunyi perintah Hakim Ketua Teguh kepada 3 JPU yang hadir dalam sidang pada Selasa pagi itu.
Seperti pada sidang sebelumnya, sidang pada Selasa pagi itu juga dibagi dalam 2 sesi karena berkas tuntunan atau dakwaan dari JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Solo berbeda. Satu berkas dakwaan atas nama Agus Junaedi dan Robby, satu berkas lainnya atas nama Hudzaifah, Dani dan Panto.
Sesi pertama adalah sidang untuk dakwaan atas nama Hudzaifah, Dani dan Panto. Dalam sesi ini, Hudzaifah, Dani dan Panto didampingi 4 kuasa hukumnya dari Team Advokasi Umat (TAU), mereka adalah S Kalono SH Msi, Drs Joko Sutarto SH, Heri Dwi Utomo SH dan Joko Haryadi SH. Dalam sesi ini, Sobri menyatakan bahwa yang memukul dirinya maupun kakaknya bukanlah Hudzaifah, Dani dan Panto.
Sedangkan Mahmud dalam kesaksian juga menyatakan bahwa yang memukul kedua anaknya bukanlah Hudzaifah, Dani dan Panto. Saat diminta tanggapannya oleh Hakim Ketua Teguh atas kesaksian Sobri dan Mahmud, baik Hudzaifah, Dani dan Panto menyatakan tidak tahu. Sebab ketiganya memang tidak tahu menahu kejadian pada waktu itu, dan menegaskan tidak terlibat pemukulan ataupun penganiayaan.
Hal ini sesuai dengan dugaan Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS) bahwa penangkapan dan penetapan tersangka terhadap Hudzaifah, Dani dan Panto yang dilakukan oleh Polresta Surakarta sangat dipaksakan dan ada indikasi kuat merupakan salah tangkap.
Sementara itu dalam sesi dakwaan kedua atas nama Agus Junaedi dan Robby, Joko Haryadi SH digantikan oleh anggota TAU lainnya, yakni Kusumandityo SH. Dalam sesi kali ini, saksi yang dihadirkan JPU adalah Sobri dan Mahmud, atau sama seperti sidang pada sesi pertama.
Dalam kesaksiannya, Sobri mengaku tidak tahu siapa yang memukul dirinya. Sobri menyatakan bahwa yang pertama kali memukul dirinya adalah Joko Pitut. Namun setelah itu, Sobri tidak mengetahui siapa saja yang memukulnya dari belakang. Selain itu, ternyata Sobri mengetahui nama Joko Pitut setelah diberitahu oleh penyidik saat proses pembuatan BAP di Mapolresta Solo pada tanggal 6 Maret 2015.
Mendengar kesaksian Sobri pun para kuasa hukum merasa aneh. Sebab pada saat pemeriksaan tanggal 5 Maret 2015, Sobri menyatakan tidak tahu menahu siapa saja yang memukulnya, namun selang sehari setelah itu, yakni tanggal 6 Maret 2015 atau 2 hari setelah kejadian, Sobri bisa menceritakan dengan detail siapa saja yang memukulnya, termasuk nama Agus Junaedi dan Robby.
Namun pada saat ditanya oleh kuasa hukum, apakah yang memukul dirinya itu Agus Junaedi dan Robby? Sobri menjawab tidak tahu. Jawaban inipun tidak memuaskan kuasa hukum. Sebab di BAP, Sobri menyatakan bahwa yang memukul dirinya adalah Agus Junaedi dan Robby.
Mendapatkan pertanyaan yang sama dari kuasa hukum, lagi-lagi Sobri menyatakan tidak tahu. Kuasa hukum pun menegaskan pertanyaannya, “tidak tahu apa bukan?”. Sebab tidak tahu dan buka itu berbeda. Lagi-lagi Sobri menjawab, “tidak tahu”. Setelah itu Sobri berkata, kalau yang memakai kaos hitam bergaris merah itu Robby dan kaos warna abu-abu itu Agus Junaedi, maka pelakunya mereka.
Sementara itu, kesaksian yang hampir sama juga disampaikan oleh Mahmud. Namun lagi-lagi, Mahmud pun berkelit saat ditanya oleh kuasa hukum, siapa saja yang memukul kedua anaknya. “Jadi apakah yang memukul kedua anak saudara saksi itu Agus Junaedi dan Robby?,” tanya kuasa hukum dari TAU. Mahmud menjawab, “tidak tahu”.
Tapi jika yang memakai kaos hitam bergaris merah dan celana doreng itu Robby, lalu kaos warna abu-abu itu Agus Junaedi, maka Mahmud mengatakan bahwa pelakunya adalah Agus Junaedi dan Robby. Meskipun dalam persidangan, Mahmud sendiri menyatakan tidak tahu wajah pelaku pemukulan kedua anaknya. Dan yang Mahmud kenali adalah Joko Pitut.
Saat diberi kesempatan oleh Hakim Ketua Teguh untuk menanggapi kesaksian Sobri dan Mahmud, Robby menegaskan bahwa kesaksian Sobri dan Mahmud adalah salah dan dusta. Bahkan Robby saat itu bersumpah demi Allah jika kesaksian Sobri dan Mahmud adalah dusta.
“Kesaksian mereka salah. Sebab pada saat kejadian, saya memakai jemper hitam atau jaket hitam. Jadi aneh kalau mereka tetap meberikan kesaksian bahwa saya pada saat kejadian memakai kaos hitam. Yang kedua, saya juga tidak melakukan pemukulan sebagaimana yang dituduhkan. Dan saya berani bersumpah demi Allah bahwa saya bukan pelakunya,” tegas Robby.
Sedangkan Agus Junaedi juga menyatakan hal yang sama, bahwa kesaksian Sobri dan Mahmud adalah salah. “Saya katakan bahwa mereka salah. Pertama bahwa saya berada ditempat kejadian setelah terjadi ribut-ribut. Yang kedua bahwa saya tidak melakukan pemukulan atau penganiayaan. Jangankan pemukulan, secuil pun saya tidak menyentuh mereka,” tegas Agus. [GA]