MEDAN (Panjimas.com) – Gerakan Anti Narkoba (GAN) Indonesia menilai penjualan sabu-sabu yang dimasukkan ke dalam makanan ringan berupa roti merupakan modus baru untuk mengelabui petugas kepolisian yang sering melakukan razia terhadap berang haram itu.
“Bandar dan pengedar narkoba tersebut merupakan orang yang pintar dan selalu dapat mengubah strategi, sehingga bisa memperdaya aparat keamanan dan masyarakat,” kata Sekjen DPP GAN Indonesia, Zulkarnain Nasution di Medan, pada Minggu (14/6/2015).
Sebelumnya, Polresta Medan mengungkap modus baru penjualan narkoba jenis sabu-sabu seberat 270 gram dengan menggunakan makanan ringan berupa roti dan meringkus dua orang tersangkanya. Kedua pengedar itu yakni AC warga Desa Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang dan AH (35 tahun) penduduk Jalan Muhammad Idris Kecamatan Medan Petisah.
Pengakuan tersangka, mereka menjual sabu-sabu dalam bungkusan roti rata-rata seberat 100 gram per minggu. Biasanya harga sebungkus roti adalah Rp15 ribu, dan setelah diisi sabu harganya mencapai Rp 4 juta.
Zulkarnain mengatakan, sabu yang disisipkan dalam makanan itu adalah misi bandar narkoba untuk memuluskan barang haram yang dilarang pemerintah tersebut dapat dengan mudah terjual kepada konsumen atau masyarakat.
Oleh karena itu, lanjut Zulkarnaen, masyarakat harus lebih waspada dan agar dapat mengetahuinya sehingga tidak terjerumus dan ikut-ikutan pula menjadi kurir narkoba tersebut.
“Pekerjaan yang dilarang agama dan melanggar hukum itu, harus dapat dihindari dan masyarakat segera melaporkan ke polisi, bila mengetahui adanya transaksi, serta peredaran narkoba,” ucapnya.
Zulkarnaen mengatakan, petugas kepolisian dan instansi terkait lainnya dapat melakukan razia narkoba yang dibungkus dalam makanan itu ke sejumlah sekolah SMP, SMA dan Perguruan Tinggi (PT) yang ada di Kota Medan.
Sebab, narkoba yang dicampur ke dalam roti itu dikhawatirkan sudah beredar ke sekolah-sekolah maupun kampus dan hal ini dapat mengancam kesehatan, serta moral generasi muda harapan bangsa.
“Petugas kapolisian, dan Badan Narkotika di daerah harus dapat bekerja keras dalam memutus peredaran narkoba dan obat-obat berbahaya lainnya,” desak Zulkarnain.
Data diperoleh dari Badan Narkotika Nasional (BNN), tercatat sebanyak 4,6 juta orang Indonesia terlibat penyalahgunaan Narkoba atau sekitar dua persen dari penduduk Indonesia.
Selain itu, sebanyak 15.000 orang diantaranya setiap tahun meninggal dunia secara sia-sia akibat menggunakan narkoba dan 5,8 persen korban yang meninggal dunia itu adalah mahasiswa. Biaya ekonomi dan sosial akibat pemakaian narkoba mencapai Rp 36,7 triliun dan Rp 11,3 triliun digunakan untuk pembelian narkoba. [GA/Ant]