JAKARTA (Panjimas.com) – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan bahwa sikap Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang melarang para prajurit wanita TNI untuk mengenakan jilbab tak boleh dibiarkan dan diamkan begitu saja.
“Karena kalau hal ini dibiarkan terus terjadi, maka jelas-jelas tidak baik dampaknya terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara,” tegas Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution kepada Panjimas.com pada Selasa (9/6/2015).
Apalagi dalam pernyataannya, Moeldoko terkesan sudah menutup rapat-rapat untuk memberi izin bagi TNI perempuan untuk memakai jilbab. Dan bahkan menurutnya, kalau mereka masih memakai jilbab akan dipindahkan ke Aceh.
“Ini jelas sebuah hukuman bagi si pemakai. Ini sangat melukai nurani kemanusiaan kita,” tandas Maneger. (Baca: Komnas HAM: Panglima TNI Wajib Memenuhi Hak Konstitusional Prajurit Wanita Untuk Berjilbab)
“Untuk itu kita menghimbau para politisi di DPR untuk memanggil Panglima TNI tersebut. Dan kalau yang bersangkutan masih membangkang terhadap Pancasila dan UUD 1945 maka DPR harus bertindak dan melakukan sesuatu agar Pancasila dan UUD 1945 bisa tegak dengan baik di negeri ini,” desaknya.
“Sebagai Komisioner Komnas HAM saya berterima kasih atas kerjasama yang baik ini. Sekaligus sebagai pengingat supaya Komnas HAM menunaikan mandatnya, antara lain, mengingatkan dan memastikan pemerintah untuk memenuhi HAM warga negaranya,” lanjut Maneger.
Komnas HAM atas nama UU juga mendorong kepada Jenderal Moeldoko sebagai Panglima TNI menerbitkan Peraturan Panglima TNI tentang bolehnya TNI perempuan yang ingin berjilbab, seperti yang telah dilakukan Kapolri.
“Peraturan itu mendesak dikeluarkan untuk menunaikan kewajiban negara dalam pemenuhan hak-hak dasar konstitusional warga negara, khususnya hak-hak kaum perempuan, khususnya TNI perempuan yang ingin mengamalkan agamanya, dalam hal berjilbab seperti dijamin dalam Pasal 28 dan 29 UUD 1945 serta UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM,” jelasnya.
“Komnas HAM mendorong agar Jenderal Moeldoko sebagai Panglima TNI, di penghujung jabatannya, untuk menerbitkan PP itu. Semoga beliau khusnul khatimah,” imbuhnya.
Lalu, apakah Peraturan itu nanti akan menyelesaikan semua HAM perempuan, khususnya TNI-perempuan yang ingin mengamalkan agamanya dengan berhijab? Peraturan itu sangat dinanti oleh TNI perempuan yang ingin berhijab, meskipun hal itu dianggap Komnas HAM tidak akan menyelesaikan semua hal.
“Untuk menyelesaikan banyak hal, Komnas HAM mendesak agar Presiden Jokowi sebagai pemimpin tertinggi Indonesia, dalam sistem presidensial, untuk mengambil tanggung jawab dengan menerbitkan semacam PP tentang ketentuan pakaian kerja/dinas bagi polwan/tni-perempuan, ans/pns, sekolah, rumah sakit dan lain-lain yang berkaitan dengan simbol-simbol dan identitas keagamaan dan kultural. PP itu sangat dinanti oleh dunia kemanusiaan yang adil dan beradab. Ditunggu pak Presiden,” pungkasnya. [GA]