KLATEN (Panjimas.com) – Pemerhati Komunisme, KH Muh Jazir menjelaskan bahwa sebelum Indonesia merdeka, musuh masyarakat dan umat Islam Indonesia yang kejam dan brutal adalah penjajah Belanda. Tercatat, sudah ratusan tahun Belanda menjajah Indonesia.
Dan dalam kurun waktu yang sangat lama itu, tidak sedikit dari masyarakat, umat Islam, dan para pejuang serta ulama di Indonesia yang diculik, ditangkap, disiksa dan bahkan dibunuh secara sadis oleh penjajah Belanda.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, masyarakat dan umat Islam Indonesia kembali mendapatkan ujian berupa serangan dan makar dari kelompok Komunis di Indonesia yang tergabung dalam PKI. Usai Indonesia merdeka, PKI bergerak sangat aktif karena mendapat sokongan dana dari luar negeri.
Dan pada saat Komunis atau PKI melancarkan misi dan strateginya di Indonesia untuk mendirikan Negara Komunis Indonesia, tercatat sudah banyak pula dari kalangan pejuang dan pahlawan nasional serta para ulama yang menjadi korban penangkapan dan pembunuhan sadis PKI.
Hal ini dikatakan KH Jazir saat menjadi pemateri dalam tabligh akbar “Mencerdaskan Umat dari Bahaya Komunis” di Masjid Jami’ Wedi Klaten pada Ahad (31/5/2015) malam. (Baca: Usulan Penghapusan Kolom Agama Bukan Hal Baru, Hal itu Pernah Dilakukan PKI Tahun 1958)
“Namun ada salah satu pejuang dan pahlawan nasional yang belum pernah ditangkap oleh penjajah Belanda dan PKI atau orang-orang Komunis. Dia adalah Panglima Besar Jenderal Sudirman,” kata aktivis senior di Kota Yogyakarta (Jogja) ini.
“Kalau Soekarno pernah ditangkap Belanda. Para Jenderal seperti Nasution dan Jenderal-Jenderal lainnya juga sudah pernah ditangkap PKI. Bahkan yang terkenal adalah pembantaian PKI terhadap para Jenderal lalu mereka dibuang ke lubang buaya,” ungkap KH Jazir.
“Umat Islam dan para ulama juga sudah tak terhitung lagi menjadi korban pembantaian PKI. Jadi perlu dicatat dan diingat bahwa PKI itu aktor pembantaian ulama dan tentara, bukan korban pembantaian,” tegasnya. (Baca: Pemerhati Komunisme: PKI itu Aktor Pembantaian Ulama & Tentara, Bukan Korban Pembantaian). [GA]