BEKASI (Panjimas.com) – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi, KH Mursyid Kamil dalam sambutannya, mendukung penuh gagasan terwujudnya Bekasi menjadi kota yang Ihsan dan Bertauhid.
Ia secara singkat menyampaikan, bahwa dengan bertauhid warga Bekasi diajak untuk mengenal Allah dengan yakin.
“Saya tertarik dengan kata-kata itu, ‘bertauhid’ ini barangkali perlu kita bahas, dijabarkan. Dulu ulama kita pernah berkata,
أول واجب على الإنسان – معرفة الإله باستيقان
‘Yang wajib pertama atas seorang manusia ialah mengenal Allah dengan yakin.’
Ini barangkali ada kaitannya dengan Bekasi ihsan,” kata KH Mursyid Kamil dalam Urun Rembug para Ulama Se-Bekasi Raya di Aula Masjid Agung Al-Barkah, Jalan Veteran, Kota Bekasi, Jawa Barat pada hari Jum’at (5/6/2015).
KH Mursyid Kamil mengemukakan bahwa tauhid sebagai kunci amal seseorang haruslah dipegang erat. Bahkan, sebagaimana dalam hadits, barang siapa di akhir hayatnya mengucapkan kalimat tauhid Laa ilaaha illallaah maka dijamin masuk surga. (Baca: Wakil Walikota Bekasi: Ada Doa Rasulullah yang tidak Dikabulkan Allah Ta’ala)
Kita yang kadang-kadang teledor ini kalau kita masuk rumah sakit Elisabeth itu ada patung Bunda Maria gede banget, tapi di rumah sakit-rumah sakit Islam jarang ada tulisan Allahu Akbar, Laa ilaaha illallaah, jarang itu. Padahal, kebanyakan umat Islam yang masuk rumah sakit itu
Namun sayangnya, jika melihat realita di lapangan, contohnya berbeda dengan rumah sakit Kristen yang gencar memasang ornamen salib, patung Yesus dan Bunda Maria, justru di rumah sakit Islam jarang sekali ada ornamen kaligrafi kalimat tauhid.
“Kita yang kadang-kadang teledor ini kalau kita masuk rumah sakit Elisabeth itu ada patung Bunda Maria gede banget, tapi di rumah sakit-rumah sakit Islam jarang ada tulisan Allahu Akbar, Laa ilaaha illallaah, jarang itu. Padahal, kebanyakan umat Islam yang masuk rumah sakit itu,” ungkapnya.
KH Mursyid Kamil sangat menyoroti eksistensi rumah sakit dimana banyak umat Islam yang berobat, termasuk diantara mereka yang dalam kondisi kritis dan sakaratul maut. Saat-saat itulah menurutnya yang paling penting dan menentukan bagi seseorang dalam mempertahankan tauhidnya.
“Ini sebenarnya pengembangan tauhid, bukan hanya sampai di madrasah, di keluarga saja tapi sampai ke rumah sakit harus dipikirkan ke depan; bagaimana nanti kalau ada orang sakaratul maut di rumah sakit? Siapa yang membimbing?” ujarnya.
Kalau bisa kita kumpulkan para ustadz, kader-kader da’i nanti kita sebarluaskan ke rumah sakit, kerjasama. Kemudian juga barangkali kalau ada diantara mereka yang meninggal dunia bisa diurus, dishalatkan langsung. Jadi dimana ada rumah sakit di situ ada pembimbing ketika sakaratul maut, ketika meninggal dimandikan dan lain sebagainya
Oleh sebab itu, dalam Urun Rembug para Ulama Se-Bekasi Raya, Ketua MUI Kota Bekasi itu mengusulkan adanya para da’i yang ditugaskan khusus di rumah sakit. Mereka memiliki banyak tugas untuk mendoakan kesembuhan, memberikan nasehat termasuk membimbing para pasien.
“Kalau bisa kita kumpulkan para ustadz, kader-kader da’i nanti kita sebarluaskan ke rumah sakit, kerjasama. Kemudian juga barangkali kalau ada diantara mereka yang meninggal dunia bisa diurus, dishalatkan langsung. Jadi dimana ada rumah sakit di situ ada pembimbing ketika sakaratul maut, ketika meninggal dimandikan dan lain sebagainya,” tuturnya.
Demikian pula, para da’i itu juga bisa mengadzankan bayi yang baru lahir.
“Begitu juga kalau awal-awal anak kita lahir, pertama kali yang didengar adalah kalimat tauhid. Karena bisa saja, anaknya lahir tapi bapaknya sedang di kantor, siapa nanti yang mengadzankan?” tandasnya. [AW]