JAKARTA (Panjimas.com) – Salah satu bentuk kejahatan kemanusiaan atau penggaran HAM berat, seperti tertuang dalam Konvensi Internasional dan Statuta Roma maupun dalam UU No. 26 tahun 2000, adalah Kejahatan Genosida (Crime of Genocide).
Secara yuridis, genosida didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dimaksudkan untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, etnis, atau agama seperti yang tertuang dalam Konvensi Internasional tentang Pencegahan dan Penghukuman terhadap Kejahatan Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide) tahun 1948 dan menurut hukum dalam UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Kejahatan genosida mencakup lima hal penting yaitu:
- Pertama, membunuh anggota suatu kelompok.
- Kedua, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental berat terhadap anggota suatu kelompok.
- Ketiga, menciptakan keadaan kehidupan yang bertujuan untuk memusnahkan secara fisik, baik seluruh maupun sebagian anggota dari suatu kelompok.
- Keempat, memaksakan cara-cara yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok tersebut.
- Kelima, memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Pertanyaan dasarnya, apakah kasus yang diderita Muslim Rohingya Myanmar sudah masuk dalam kategori tragedi kemanusiaan, khususnya genosida?
“Faktanya, Muslim Rohingya mengalami serangkaian pembantaian, pembakaran, penjarahan, pembatasan kelahiran, dan penangkapan yang berangsung secara massif menyebabkan eksodus besar-besaran setiap tahunnya,” ujar Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution kepada Panjimas.com pada Kamis (28/5/2015).
Tindakan terhadap Muslim Rohingya Myanmar tersebut diduga sangat kuat merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM berat yaitu genosida karena memenuhi unsur-unsur tindakan genosida dan perbuatan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, Muslim Rohingya seperti dalam Pasal 7 Statuta Roma maupun dalam UU No. 26 tahun 2000.
Pertanyaan lanjutannya, siapakah pihak yang harus dimintai pertangungjawaban? Dewan HAM PBB laik menuntut Myanmar sebagai penjahat kemanusiaan karena membiarkan terjadinya genosida di nengerinya sendiri.
“Dewan HAM PBB juga layak menyeret Biksu Ashin Wirathu sebagai penjahat kemanusiaan atas tindakan rasisnya yang mengusir etnis Muslim Rohingya dari Myanmar jelas sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Apalagi ia sering bersuara untuk mengajak pengikutnya agar memerangi kaum minoritas yang beragama Islam itu,” tegasnya.
Dikhawatirkan, tindakan pembiaran oleh Myanmar dan ajakan jahat yang dilakukan oleh Biksu Ashin Wirathu itu kalau tidak dihentikan dan dimintai pertanggungjawaban sebagai Pelanggar HAM Berat, di samping akan berdampak bagi negara-negara tetangga di kawasan khususnya Indonesia, juga berpotensi memicu munculnya potensi konflik horizontal berbasis agama di tanah air.
Untuk itu dunia internasional dan pegiat HAM harus memaksa Myarmar dan Biksu Ashin Wirathu untuk berhenti melakukan pembiaran dan ajakan jahat genosida itu.
Hal terdekat dan terpenting saat ini yang harus dilakukan Indonesia bagaimana memberikan bantuan yang manusiawi terhadap para pengungsi Rohingya yang terdampar di Indonesia. Termasuk mempertimbangkan menyediakan salah satu pulau untuk mereka bermukim sambil menunggu keberangkatan mereka menuju negara tujuan. [GA]