YANGON (Panjimas.com) – Sekelompok penganut dan biksu Buddha garis keras berunjuk rasa di ibu kota Myanmar, Yangon, menentang tekanan publik internasional untuk merepatriasi atau memulangkan kembali pengungsi etnis Rohingya ke Myanmar, pada Rabu (27/5/2015).
Para pengunjuk rasa berencana untuk meluncurkan aksi protes di sebuah stadion di Yangon, dan memberikan pidato untuk mendorong publik agar menentang pemulangan kembali para ribuan imigran Rohingya yang terdampar di Malaysia dan Indonesia beberapa pekan terakhir.
Para demonstran juga akan menyuarakan kritik atas kebijakan PBB dan pemberitaan media asing terkait konflik para imigran di Asia Tenggara.
Demonstran menilai bahwa sebagian besar imigran yang terdampar berasal dari Bangladesh, dan bukan warga Myanmar. Sehingga seharusnya pemerintah Myanmar tidak dipaksa untuk menampung mereka.
Menurut badan pengungsi PBB, UNHCR, terdapat setidaknya 4.000 imigran yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak yang berasal dari Myanmar dan Bangladesh masih terkatung-katung di dalam perahu kayu reyot di tengah lautan. Keadaan mereka mengenaskan dan kekurangan bahan makanan.
Sebagian besar dari mereka berada dalam setidaknya lima kapal yang terdampar di dekat perairan Myanmar-Bangladesh selama lebih dari 40 hari.
Sekitar 1.700 imigran Rohingya dan Bangladesh terdampar di Indonesia dan ditempatkan di beberapa kabupaten di Aceh pekan lalu.
Indonesia dan Malaysia berkomitmen untuk menawarkan penampungan sementara bagi para imigran selama satu tahun, sembari berupaya melakukan repatriasi, atau pemulangan kembali ke daerah asal mereka.
Sementara, Thailand menyatakan tidak akan menampung imigran dan hanya akan menyalurkan bantuan di laut. Meski begitu, Thailand tidak akan mendorong mereka ke luar perairan Thailand seperti sebelumnya.
Pemerintah Myanmar sendiri sepakat melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi permasalahan eksodus ribuan etnis Rohingya dari Myanmar pada Kamis (21/5) pekan lalu.
Setelah berkunjung ke Myanmar pekan lalu, Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi menyatakan Indonesia siap bekerja sama dengan Myanmar untuk membangun negara bagian Rakhine secara inklusif dan non-diskriminatif. Tawaran kerja sama ini disambut baik oleh Myanmar.
Karena Indonesia belum meratifikasi Konvensi PBB tahun 1951 soal pengungsi, Kementerian Luar Negeri saat ini masih menunggu hasil verifikasi yang dilakukan badan pengungsian PBB, UNHCR, soal status imigran tersebut.
Jumlah keseluruhan imigran di Indonesia yang saat ini menunggu resettlement atau pemukiman kembali mencapai angka 12 ribu jiwa.
Kepala HAM PBB, Zeid Ra’ad Al Hussein menyatakan pada pekan lalu bahwa eksodus imigran akan terus berlanjut hingga diskriminasi terhadap minoritas Muslim Rohingya di Myanmar berakhir. [AW/cnn]