JAKARTA (Panjimas.com) –Ketua Badan Penguru Pusat HAM Islam Indonesia (PUSHAMI), Muhammad Hariadi Nasution SH MH atau yang biasa disapa Ombat memberikan masukan pada Komnas HAM untuk melakukan Legal Standing.
Pasalnya, selama ini sudah banyak pengaduan kepada Komnas HAM terkait aksi brutal Densus 88 yang bekerja dengan tameng Undang Undang no 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme.
“Tadi kita juga sudah kasih masukan ke Komnas HAM terkait masalah ini, kejadian ini sudah berulang-ulang kali dan kita selalu laporkan ke Komnas HAM. Dengan adanya laporan-laporan ini sebenarnya sudah cukup bagi Komnas HAM untuk Legal Standing meminta MK menterjemahkan Undang Undang Terorisme pasal 26 ayat 1 sampai 4,” kata Hariadi saat mendampingi keluarga Ustadz Basri dan Aziz Hermawan di Komnas HAM, Jalan Latuharhari No. 4 B, Kelurahan Menteng, Jakarta Pusat, pada Senin (25/5/2015).
Hariadi menilai, Densus 88 seharusnya tak boleh melakukan upaya brutal, termasuk melakukan penculikan apabila menerapkan Undang Undang Terorisme itu secara benar.
“Selama ini operasi Densus 88 seharusnya menggunakan data intelijen yang benar dan data intelijen itu harus sudah disahkan oleh pengadilan negeri setempat, ini amanah Undang Undang,” imbuhnya.
Soal pencabutan Undang Undang Terorisme itu tergantung rezimnya, kalau rezim ini mendukung upaya pemberantasan terorisme yang blangsak seperti sekarang ini; langsung tangkap, langsung tembak, maka itu tak akan bisa dicabut
Oleh sebab itu, sebelum melangkah lebih jauh untuk mencabut Undang Undang Terorisme, maka upaya Legal Standing tersebut perlu dilakukan.
Pasalnya, mencabut Undang Undang Terorisme hampir mustahil dilakukan, karena hal itu bergantung dengan rezim yang berkuasa. Ia memberi contoh Undang Undang Subversi dicabut ketika rezim Soeharto di masa Orde Baru tumbang dan berganti menjadi Orde Reformasi.
“Soal pencabutan Undang Undang Terorisme itu tergantung rezimnya, kalau rezim ini mendukung upaya pemberantasan terorisme yang blangsak seperti sekarang ini; langsung tangkap, langsung tembak, maka itu tak akan bisa dicabut,” ujarnya.
Di sisi lain, Hariadi juga melihat ada kejanggalan dalam Undang Undang No 15 Tahun 2003 yang mirip dengan USA Patriot Act, Undang Undang Terorisme Amerika yang kontroversial.
“Undang Undang Terorisme ini mirip Uniting and Strengthening America by Providing Appropriate Tools Required to Intercept and Obstruct Terrorism Act (USA Patriot Act) Undang Undang anti terorisme yang dipakai Amerika,” tandasnya. [AW]