JAKARTA (Panjimas.com) – Perekonomian di era Rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga saat ini semakin memburuk. Hal ini bisa dilihat dari nilai tukar rupiah dalam transaksi antarbank di Jakarta pada Senin (25/5/2015) pagi turun lima poin menjadi Rp13.163 per dolar AS.
“Nilai tukar rupiah bergerak melemah ketika mayoritas mata uang di kawasan Asia menguat terhadap dolar AS. Sentimen negatif internal sepertinya masih menghalangi rupiah untuk bergerak positif,” kata Ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta.
Rangga mengatakan, perkiraan inflasi Bank Indonesia (BI) yang masih tinggi di bulan Mei 2015, menjadi salah satu penyebab rupiah bergerak di area negatif.
Selain itu, dia menjelaskan, pelaku pasar uang masih mengkhawatirkan dampak pernyataan Gubernur Federal Reserve Janet Yellen yang yakin kenaikan suku bunga Amerika Serikat (Fed fund rate) akan naik pada tahun ini.
“Janet Yellen dalam pidatonya mengatakan bahwa kenaikan suku bunga the Fed masih akan terjadi pada tahun ini jika kondisi perekonomian AS terus membaik,” katanya.
Pengamat Pasar Uang Bank Himpunan Saudara Rully Nova menambahkan nilai tukar rupiah akan cenderung terdepresiasi selama The Fed belum memastikan waktu kenaikan suku bunga.
Secara psikologis, menurut dia, sentimen yang belum pasti akan memicu pelaku pasar uang mengakumulasi mata uang yang dianggap dapat menjaga nilai aset dan dalam hal ini dolar AS masih menjadi favorit investor.
Dia berharap tindakan pemerintah menerbitkan surat utang syari’ah (sukuk) global senilai dua miliar dolar AS dapat memperkuat fiskal Indonesia dan menjaga ekonomi domestik dari sentimen negatif eksternal. [GA/Ant]