JAKARTA (Panjimas.com) – Menanggapi banyak kecaman dari masyarakat, Menteri Agama lewat akun Twitter resminya mengeluarkan jawaban terkait pembacaan Al-Qur’an dengan langgam Jawa pada peringatan Isra’ Mi’raj di Istana Negara, Jum’at (15/5/2015).
“Tujuan pembacaan Al-Quran dengan langgam Jawa adalah menjaga dan memelihara tradisi Nusantara dalam menyebarluaskan ajaran Islam di tanah air,” kata Lukman, Ahad (17/5/2015).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) lewat website resminya pada Ahad (17/5) juga mengeluarkan artikel tanggapan. Mereka mengutip pendapat Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) periode 2014, KH Ahsin Sakho Muhammad.
“Ini adalah perpaduan yang baik antara Kalamullah dari langit yang menyatu dengan bumi yakni budaya manusia. Itu sah diperbolehkan,” kata Ahsin Sakho.
Menag dan Rektor IIQ sedang meracau. Memang, Wali Songo menyebar-luaskan Islam di Indonesia melalui seni dan budaya, mereka melanggamkan Syair-Syair Islam, serta aneka Qoshidah dan Sholawat, dengan Langgam Jawa, tapi tidak pernah sekali pun mereka membaca Al-Qur’an dengan Langgam Dalang
Terkait masalah tersebut, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Muhammad Rizieq Syihab juga mengeluarkan tanggapannya. (Baca: Imam Besar FPI: Lecehkan Al-Qur’an, Presiden Jokowi dan Menag Lukman Hakim Harus Taubat atau Lengser!!!)
“Menag dan Rektor IIQ sedang meracau. Memang, Wali Songo menyebar-luaskan Islam di Indonesia melalui seni dan budaya, mereka melanggamkan Syair-Syair Islam, serta aneka Qoshidah dan Sholawat, dengan Langgam Jawa, tapi tidak pernah sekali pun mereka membaca Al-Qur’an dengan Langgam Dalang,” Sanggah Habib Rizieq Syihab melalui Fan Page akun Facebook resmi miliknya pada Senin (18/5/2015).
“Al-Qur’an adalah Kitab Suci yang sangat mulia dan agung. Hingga Mushaf Al-Qur’an ikut menjadi mulia karena kemuliaan isinya, sehingga tidak boleh sembarangan kita sentuh atau letakkan atau bawa kemana-mana,” lanjut Habib.
Jika pembacaan Al-Qur’an dengan Langgam Dalang dibiarkan dengan dalih seni dan budaya, maka besok akan muncul pembacaan Al-Qur’an dengan Langgam Sinden, lalu Langgam Jaipongan, lalu Langgam Gambang Kromong, lalu Langgam Dangdut, lalu Langgam Pop, lalu Langgam Rock, lalu langgam Disco, lalu Langgam Rap, hingga Langgam Cina dan India serta langgam goyang ngebor, goyang ngecor dan seterusnya, hingga akhirnya Pembacaan Al-Qur’an tidak beda dengan lagu dan nyanyian
“Dan Qiraa-aat Al-Qur’an pun kedudukannya sangat mulia, sehingga hanya boleh ikut Qiraa-aat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sampai kepada kita secara Mutawatir. Dalam Tilawatil Qur’an pun ada cara baca dengan variasi khusus, baik Murottal mau pun Mujawwad, yang disepakati para Imam Qurraa sejak lama, sehingga tidak boleh sembarangan baca, apalagi dilagukan dengan nada-nada yang tidak lazim, seperti dengan langgam Dalang,” papar Habib.
“Jika pembacaan Al-Qur’an dengan Langgam Dalang dibiarkan dengan dalih seni dan budaya, maka besok akan muncul pembacaan Al-Qur’an dengan Langgam Sinden, lalu Langgam Jaipongan, lalu Langgam Gambang Kromong, lalu Langgam Dangdut, lalu Langgam Pop, lalu Langgam Rock, lalu langgam Disco, lalu Langgam Rap, hingga Langgam Cina dan India serta langgam goyang ngebor, goyang ngecor dan seterusnya, hingga akhirnya Pembacaan Al-Qur’an tidak beda dengan lagu dan nyanyian,” jelas Habib memperingatkan.
“Jika seseorang membaca Al-Qur’an, lalu terbawa dengan berat loghat lidahnya atau terhalang cengkoknya, sehingga terkadang terasa ada unsur loghat daerahnya tanpa unsur kesengajaan, bisa dimaklumi dan tidak mengapa. Sedang yang di Istana itu disengaja dan dibuat-buat serta konyol dan lebay, sehingga merupakan pelecehan Al-Qur’an,” pungkas Habib. [AW/FPI]