JAKARTA (Panjimas.com) – Perayaan Isra’ Mi’raj di Istana Negara pada Jum’at (15/5/2015) lalu, juga ada agenda pembacaan ayat suci Al-Qur’an dengan langgam Jawa. Menurut Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifuddin bacaan tersebut disebut sebagai Langgam Nusantara untuk melestarikan budaya Indonesia.
Namun cara baca Al-Qur’an yang dilantunkan oleh Muhammad Yaser Arafat dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu justru kemudian menimbulkan kritikan dan protes dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) karena pembacaan dilakukan dengan langgam Jawa.
Penasihat MUI DKI Jakarta, Samsul Maarif mengatakan, pembacaan ayat suci Al-Qur’an pada acara itu kurang tepat. “Pembacaan Al-Qur’an dengan langgam seperti sinden kurang sesuai dengan tuntunan,” katanya pada Senin (18/5/2015).
Menurut dia, pembacaan seperti itu dinilai telah keluar dari pakem model bacaan Al-Qur’an pada umumnya. Sebaiknya, hal itu perlu mendapat pertimbangan dari para pakar ulumul quran. Meskipun, dari aspek hukum, asal bacaan itu boleh asalkan masih sesuai dengan ilmu baca Al-Qur’an yang benar, baik dari sisi tajwid, makharijul huruf, dan aturan lainnya.
Namun, ia khawatir, jika masyarakat dibebaskan menggunakan model lagu dalam membaca Al-Qur’an dengan mengikuti keinginan masing-masing, suatu saat akan menimbulkan potensi pembacaan ayat suci Al-Qur’an dengan lagu yang tidak pantas.
“Pembacaan Al-Qur’an harus dengan pertimbangan yang matang. Tidak cukup hanya mepertimbangan aspek seni dan mengikuti kearifan lokal,” tandasnya. (Baca: Al-Quran Dibaca dengan Lagu Dandang Gulo di Istana, Presiden Jokowi Lecehkan Islam)
Karena itu, ia berharap agar kepada pemerintah Jokowi melalui Kementerian Agama (Kemenag) agar lebih bijaksana. Hal itu mutlak diperlukan demi menghindari kontroversi yang berkembang di masyarakat. [GA/ROL]