MEDAN (Panjimas.com) – Ribuan warga muslim Rohingnya yang selamat dan sampai di Aceh mengaku mendapat perlakuan keji dari warga Budha Myanmar yang didukung oleh pemerintah Budha Myanmar di negaranya sendiri.
Pembakaran rumah, pemerkosaan hingga pembunuhan dialami umat Islam Rohingya di negaranya sendiri. Kejadian tersebut kemudian memaksa mereka keluar dari negaranya untuk menyelamatkan diri. (Baca: PBB Kecam Sikap Cuek Negara Asia Tenggara Terhadap Warga Muslim Rohingya)
“Di sana (Myanmar -red), kami diburu seperti binatang. Wanita kami diperkosa. Rumah kami dibakar,” ujar warga Muslim Rohingnya, Hasyim (39 tahun) di Medan, pada Senin (18/5/2015).
Pembunuhan massal tersebut telah dialami warga Muslim Rohingya sejak beberapa tahun lalu. Puncak kekejaman terhadap warga Muslim Rohingnya, menurut pengakuan Hasyim terjadi pada tahun 2012. “Tahun 2012 tambah keras. Pemerintah pun semakin ganas memburu umat Islam di sana,” ungkapnya.
Karena itu, umat Islam yang tersisa di Rohingnya memilih untuk melarikan diri dari negaranya guna menyelamatkan hidupnya dari pembunuhan. Ia khawatir menjadi korban pembunuhan jika bertahan di Myanmar.
Hasyim sendiri mengaku sampai di Indonesia setelah terombang ambing di lautan selama dua bulan. Ia bersama puluhan warga Muslim Rohingya lainnya datang ke Indonesia hanya dengan menggunakan kapal kayu, tanpa peralatan lengkap.
Selama di perjalanan ia dan warga lainnya mengaku mengalami berbagai cobaan. Kelaparan dan ancaman pembunuhan pernah dialaminya selama dua bulan ditengah lautan. “Kami pernah terlantar di tengah laut tanpa arah, hinga terdampar di perairan Filipina,” ujar dia.
Di perairan Filipina, lanjutnya ia juga mendapat perlakuan buruk dari kepolisian laut Filipina. Mereka ditahan selama seminggu tanpa diperkenankan turun dari kapal. Parahnya lagi mesin kapal milik mereka diambil.
“Setelah mesin diambil, kapal kami ditarik kapal polisi dengan tali, katanya mau diantar ke Malaysia. Tapi ternyata di tengah laut, talinya di putus,” ujarnya.
Setelah itu, mereka mengaku hanya menggunakan kain seadanya yang dibentangkan sebagai layar kapal. Hasyim mengaku pasrah dengan apapun keadaan yang akan menimpanya dan warga Muslim Rohingya lainnya.
Setelah berminggu-minggu di laut, mereka ditemukan oleh nelayan asal Aceh. Dua nelayan dengan kapal kecil tersebut memberikan mereka sejumlah makanan dan air yang menjadi bekalnya.
“Setelah itu kami jumpa dengan kapal besar yang membawa kami ke perairan Indonesia. Dan disusul oleh polisi perairan Aceh,” ujarnya.
Ia berterima kasih kepada warga dan pemerintah Indonesia yang telah menerima warga Muslim Rohingya yang terdampar di perairan Indonesia. Ia berharap Indonesia dan dunia internasional membantu Muslim Rohingya yang menjadi korban kekejaman umat Budha dan Pemerintah Budha Myanmar. [GA/ROL]