JAKARTA (Panjimas.com) – Tokoh Nadhatul Ulama (NU), KH Cholil Nafis Lc MA menegaskan bahwa perbedaan NU dan Syi’ah bukan terletak dalam hal furu’iyyah atau cabang seperti yang diyakini Ketua Umum (Ketum) PBNU, Said Aqil Siradj.
Namun, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU ini menjelaskan bahwa perbedaan antara Syi’ah dengan NU terjadi dan terletak dalam hal aqidah, dan hal ini yang tidak akan bisa diterima oleh NU.
”Padahal Syiah itu secara ushul (aqidah -red) kan berbeda dengan NU,” tegas Cholil Nafis, seperti dilansir NUGarisLurus pada Senin (4/5/2015). (Baca: Tokoh LBM NU Kembali Kritik Pimpinan PBNU yang Cenderung Syi’ah)
Seperti diberitakan Panjimas.com sebelumnya, Cholil Nafis menuturkan bahwa Ketum PBNU Said Aqil Siradj membuat nota kesepahaman (MoU) dengan Universitas al-Musthafa al-’Alamiyah, Qom, Negara Syi’ah Iran.
Qom adalah sebuah kota yang merupakan ibukota Provinsi Qom di Iran. Qom menjadi sebuah kota suci bagi penganut Islam Syi’ah. Kota ini merupakan pusat pendidikan Syi’ah terbesar di dunia.
Menurut Cholil Nafis, dokumen kerjasama di bidang pendidikan, riset dan kebudayaan itu dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan Rais ‘Aam Syuriah PBNU yang saat itu dijabat KH Sahal Mahfudz. Dokumen tertanggal 27 Oktober 2011 itu dibuat dalam dua bahasa, Persia dan Indonesia.
”Saya kopi yang berbahasa Indonesia karena saya gak begitu paham bahasa Persia,” kata Cholil Nafis yang juga Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah ini.
Menurut Cholil Nafis, Said Aqil tidak bisa mengelak lagi karena sudah ada dokumen resmi yang dia temukan.
”Di PBNU ada, di Universitas al-Mustafa juga ada,” tegas dosen Universitas Indonesia (UI) itu ketika ditanya dapat dari mana dokumen tersebut, ia mengaku pernah sekali berkunjung ke Universitas al-Mustafa al-Alamiyah. ”Saya kesana mewakili UI dalam urusan akademik,” katanya.
Menurut dia, kerjasama itu berlaku selama 4 tahun. “Kalau tak ada pembatalan, kerjasama itu akan terus dan diperpanjang dengan sendirinya,” katanya.
MoU PBNU dengan Universitas al-Musthafa al-Alamiyah ini sempat heboh karena Rais ‘Aam PBNU yang saat itu dijabat KH Sahal Mahfudz tak mengatahui MoU tersebut. [GA]