BALTIMORE (Panjimas.com) – Unjuk rasa dan demo warga kulit hitam Afro-Amerika menentang aksi kekerasan yang dilakukan polisi kulit putih terjadi di sejumlah kota Amerika Serikat (AS) dari New York sampai Denver pada Rabu (29/4/2015) waktu setempat.
Sementara itu, demonstrasi besar di Baltimore berakhir dengan damai tepat dua hari setelah kota itu dilanda hura-hara akibat kematian seorang pemuda berkulit hitam, Freddie Gray (25 tahun) saat berada dalam tahanan polisi.
Di New York, polisi menangkap lebih dari 60 orang saat para pengunjuk rasa mulai terpecah menjadi beberapa kelompok kecil sehingga memacetkan jalan. Demonstrasi skala kecil juga terjadi di Boston, Houston, Ferguson, Missouri, Washington D.C., Seattle, dan juga Denver.
Di Baltimore, sekitar 3.000 tentara nasional dan polisi ditempatkan untuk membubarkan ribuan demonstran yang berkumpul di balai kota demi menegakkan jam malam pukul 22.00 waktu setempat.
Para demonstran itu menuntut jawaban atas nasib Gray yang mati karena cedera tulang belakang setelah dianiaya para polisi kulit putih. Polisi sendiri berjanji akan memberikan hasil penyelidikan terkait kematian Gray kepada kejaksaan pada hari Jum’at (1/5/2015) dan tidak akan membuka informasi itu kepada publik.
“Mereka tidak pernah berhenti, penjarakan polisi pembunuh,” teriak para demonstran di Baltimore.
Seperti diberitakan Panjimas.com sebelumnya, Senin (27/4/2015) lalu Kota Baltimore dilanda huru-hara beberapa jam setelah pemakaman Gray. 19 bangunan dan puluhan mobil terbakar, sejumlah toko dijarah, dan 20 polisi terluka pada hari itu.
Noy Brown-Frisby, penata rambut berusia 35 tahun yang turut berdemonstrasi bersama putrinya menyebut aksinya diperuntukkan “bagi semua orang yang tewas akibat perlakuan keras dari polisi”. (Baca: Rusuh di Baltimore, Massa Kulit Hitam Jarah Toko & Rusak Gedung Serta Mobil Polisi)
Namun di sisi lain, dia mengakui tingkat kejahatan yang tinggi di Baltimore yang berpenduduk 620.000 jiwa itu memang menyulitkan hubungan antara polisi dengan warga.
“Ketegangan antara kami dengan polisi terus terjadi. Tingkat kejahatan begitu tinggi sehingga saat polisi berinteraksi dengan warga yang sering terjadi kemudian adalah munculnya gejolak sosial,” kata dia.
Sebagian besar penduduk Baltimore ingin mengetahui rincian kematian Gray saat polisi menyelesaikan investigasi internalnya. Namun polisi pada hari Rabu mengatakan informasi tersebut hanya akan diserahkan ke kantor kejaksaan negara bagian dan tidak terbuka untuk publik.
Di sisi lain, seerti dilansir Reuters, Departemen Kehakiman AS menggelar penyelidikan secara terpisah untuk mengetahui apakah telah terjadi pelanggaran hak sipil dalam kasus kematian Gray. [Muhajir/Ant]