JAKARTA (Panjimas.com) – Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani menargetkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (Minol) dan Minuman Keras (Miras) selesai dibahas dan disahkan menjadi Undang-Undang pada masa sidang ke-IV tahun 2014-2015.
“Tentu prosesnya akan diselesaikan di masa sidang ke-IV tahun 2014-2015. Fraksi PPP mendapat aspirasi dari berbagai elemen seperti NU, Muhammadiyah dan ormas lainnya agar ada pengaturan yang kuat terhadap minumal beralkohol,” ujar Arsul di Gedung Nusantara III, Jakarta, pada Selasa (28/4/2015).
Hal itu dikatakan Arsul dalam diskusi Forum Legislasi RUU Minuman Beralkohol di Pers Room DPR RI, Gedung Nusantara III, Jakarta pada Selasa. Arsul yang juga anggota Fraksi PPP di DPR RI menjelaskan Indonesia berpenduduk mayoritas beragama Islam namun peredaran minuman beralkohok lebih liberal dari negara lain.
Dia mencontohkan di negara Skotlandia, Inggris dan Australia minol sudah diatur namun di Indonesia belum ada level pengaturannya dalam bentuk Undang-Undang.
“Ketika Fraksi PPP mengajukan RUU itu ke Baleg DPR RI agar masuk Prolegnas prioritas dan didukung Fraksi PKS dan lainnya. Ini ada satu kesamaan cara pandang teman-teman di DPR RI,” kata Arsul.
Arsul menjelaskan naskah akademik yang diajukan Fraksi PPP dalam RUU itu baru menekankan pada larangannya, namun belum memperhitungkan aspek ekonomis dan industri terkait UU tersebut.
Hal itu menurut dia, F-PPP menilai tidak berhubungan dengan industri minol. Namun apabila dalam pembahasannya ada posisi tawar pasal, maka fraksinya siap mendiskusikannya. “Sementara ini pembicaraan informal dengan personal, UU ini akan mengalami pembahasan yang cukup seru,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Gerakan Nasional Anti Miras (GeNam) yang juga anggota DPD RI, Fahira Idris mengatakan pihaknya telah mengkaji dan berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2007, angka konsumsi miras di kalangan remaja sebesar 4,9 persen.
Namun menurut Fahira, angka itu melonjak menjadi 23 persen pada 2014 dan apabila dari dulu Indonesia memiliki aturan miras yang jelas, maka kondisinya tidak akan seperti itu.
“Kondisi itu sudah puluhan tahun terjadi dan pemerintah lalai dalam hal ini. Kondisi itu berbeda dengan narkotika yang sudah memiliki UU,” tegas Fahira.
Menurut Fahira, industri bir sangat massif memasarkan produknya dengan sasarannya adalah remaja namun negara melakukan pembiaran.
Untuk itu, Fahira meminta da mendesak pemerintah melakukan sosialisasi tentang bahaya miras kepada masyarakat khususnya kalangan muda. Selain itu, Indonesia harus cepat memiliki regulasi terkait minol dan miras tersebut. [GA/Ant]