JAKARTA (Panjimas.com) – Eksekusi mati para gembong narkoba pada gelombang dua rencananya akan dilakukan pada Selasa (28/4/2015) tengah malam atau Rabu (29/4/2015) dini hari. Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan untuk memberikan waktu kepada keluarga dan pengacara bertemu dengan para terpidana mati.
Pengacara dan konselor menemui terpidana mati pada Sabtu (25/4/2015). Dan pada Ahad (26/4/2015), keluarga terpidana mati direncanakan bersua untuk melepas para terpidana. Beberapa konselor yang datang adalah Majel Hind dari Australia dan Ado N Ibrahim dari Nigeria.
Selain konselor, pengacara terpidana mati juga turut hadir. Misalnya, Utomo Karim, pengacara Raheem Abagje. Juga advokat lembaga bantuan hukum (LBH) yang menjadi kuasa hukum terpidana mati asal Brasil Rodrigo Gularte.
Sebelumnya ada pertemuan tertutup antara pengacara-konselor dan pihak kejaksaan yang dihadiri Kajari Cilacap, Jawa Tengah (Jateng). Tepat pukul 13.00 WIB rapat yang digelar di lantai 2 gedung Kejari Cilacap itu dimulai. Sejumlah pejabat dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Kejagung juga hadir.
Di pertemuan itu terungkap bahwa waktu eksekusi adalah Selasa tengah malam hingga Rabu dini hari.
Beberapa kuasa hukum sempat bertanya. Misalnya, konselor dari Brasil. Mereka mengatakan bahwa Rodrigo Gularte masih punya upaya hukum di Pengadilan Negeri (PN) Cilacap.
Satu Terpidana Mati Lolos dari Eksekusi Mati?
Namun, pada detik-detik di akhir eksekusi mati, salah seorang terpidana dikabarkan lolos dari eksekusi. Lembaga yang dipimpin M Prasetyo tersebut terpaksa menangguhkan eksekusi terpidana mati asal Prancis Serge Areski Atlaoui.
Kejaksaan Agung membenarkan bahwa terpidana Serge Areski Atlaoui, warga Prancis, tidak akan masuk daftar terpidana yang akan dieksekusi mati di Gelombang Kedua, pada pekan ini. Itu berarti tinggal sembilan terpidana yang bakal ditembak mati di lembaga pemasyarakatan di Pulau Nusakambangan, Cilacap.
Namun, Kejagung membantah “penundaan” eksekusi Sergei karena tekanan pemerintah Prancis, yang memang gencar mengecam eksekusi mati terhadap warganya. “Bukan karena tekanan Prancis,” tegas Kapuspenkum Kejagung Tony Tribagus Spontana, pada Senin (27/4/2015).
Tony menjelaskan, Sergei mengajukan perlawanan terhadap Keputusan Presiden soal grasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di saat-saat terakhir. “Dia mendaftarkan perlawanannya pada menit-menit terakhir batas waktu pengajuan yakni di hari Kamis 23 April pukul 16.00,” jelasnya.
Dengan demikian, kata Tony, untuk sementara Sergei tidak ikut eksekusi. Sebab, Kejagung menunggu proses hukum sah. Ini harus kita hormati,” tegasnya. Jika kelak putusan ditolak, seperti dalam kasus duo Bali Nine yang mengajukan perlawanan di PTUN, “Maka Serge akan dieksekusi,” tandasnya. [GA/jppn]