JAKARTA (Panjimas.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan penolakan dan kecamannya atas ide dari Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang akan membuat apartemen khusus pelacuran dan para pelacur di Jakarta.
Penasehat MUI DKI Jakarta, ustadz Samsul Maarif mengatakan bahwa ide Ahok tersebut berpotensi mencederai masyarakat, khususnya umat Islam. Pasalnya, Ahok berencana untuk membuat lokalisasi atau tempat pelacuran di Jakarta.
“Lokalisasi sama dengan legalisasi (pelacuran –red),” tegasnya pada Sabtu (25/4/2015) seperti dilansir ROL. Hal itulah yang kemudian membuat MUI tegas menolak ide Ahok tersebut. (Baca: Pelacuran Akan Dilegalkan, DPRD DKI: Ahok Harus Tahu, ini Jakarta Bukan Makau!)
Rencana untuk membuat lokalisasi atau tempat pelacuran merupakan tanggapan dan ide mantan Bupati Bangka Belitung beragaman Kristen itu terkait persoalan sosial. Persoalan itu adalah penyalahgunaan rumah kos sebagai sarana pelacuran yang marak bertebaran di kawasan Jakarta.
Ustadz Samsul menambahkan, semestinya Ahok mendalami sejarah upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh Gubernur DKI sebelumnya, seperti Sutiyoso. Saat itu, Sutiyoso telah berhasil menghapus tempat pelacuran yang ada di Koja, Jakarta Utara.
Berkat kerjasama Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dan para tokoh serta ulama, kawasan bekas lokalisasi pelacuran itu berubah menjadi kawasan Islamic Centre dan masjid.
“Ahok menganalogikan prostitusi dengan kotoran manusia. Itu adalah adalah analogi yang kurang relevan,” tandasnya. Ustadz Samsul pun menyebut analogi Ahok itu sebagai qiyas ma’al Fariq.
Menurut ustadz Samsul, dua hal diatas tidak bisa disamakan. Sebab, kotoran manusia adalah fitrah, sedangkan pelacuran berlawanan dengan fitrah.
Apabila ide Ahok direalisasikan, lanjutnya, maka kejahatan yang dipelihara oleh Pemprov DKI akan bertambah. Jika sebelumnya Pemprov DKI mencoba melindungi keberlangsungan industri minuman keras (miras), nantinya Ahok juga dinilai melegalkan pelacuran melalui adanya lokalisasi. [GA]