JAKARTA (Panjimas.com) – Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah Mustofa B Nahrawardaya memandang ada fenomena mengkhawatirkan di Indonesia.
Berbabagai upaya perusakan moral bangsa berjalan sistematis. Sementara, kelompok Islam yang selama ini melindungi akhlak dan moral bangsa justru dibungkam.
Hal ini diuraikan Mustofa, dalam rilisnya terkait cara-cara brutal Densus 88 yang melakukan penangkapan brutal terhadap pengasuh pondok pesantren Tahfidzhul Qur’an, Ustadz Muhammad Basri, pada Jum’at (24/4/2015) kemarin. (Baca: Mustofa Nahrawardaya: Al-Qur’an Jadi Barang Bukti, Media Islam Diblokir, Kini Ulama Diperlakukan Seperti Hewan)
“Perusakan moral oleh pihak swasta, ide lokalisasi miras, perjudian dan pelacuran, bahkan justru digagas oleh Pemimpin Daerah. Ada kesan, degradasi moral dan pembungkaman terhadap kelompok penjaga moral seperti pesantren justru dijadikan agenda terselubung,” kata Mustofa melalui rilis yang diterima Panjimas.com, Sabtu (25/4/2015).
Mustofa menduga ada agenda terselubung membungkam kelompok Islam. Hal itu terbukti, dengan adanya pembiaran terhadap kelompok-kelompok perusak Islam.
“Terbukti, gerakan berbasis Liberal, maupun kelompok-kelompok yang dianggap mengganggu masyarakat mayoritas dan Pesantren, baik itu apa yang menamakan dirinya Islam Liberal, atau Syiah, tidak pernah sekalipun ditindak,” ungkapnya.
Ketidakseimbangan Pemerintah dalam menindak mereka, akhirnya memunculkan banyak dugaan miring. Ada upaya terstruktur agar kelompok Islam terus menerus digebukin. Terorisme dan radikalisme dijadikan akses dan alasan untuk mencapainya. Seolah hanya Terorisme dan radikalisme yang menjadi biang kerusakan Bangsa ini.
“Seolah hanya kelompok Islam yang harus menanggung akibat dari rusaknya bangsa ini,” tegasnya.
Mustofa mengungkapkan jika kondisi seperti ini terus menerus berlangsung, jelas berpotensi melahirkan pendendam baru. Bahkan melahirkan radikalis baru dan ujung-ujungnya akan melahirkan teroris baru.
“Sungguh ini menjadi femomena yang sangat mengkhawatirkan. Di satu sisi pemerintah ingin memberantas terorisme dan radikalisme, namun di sisi lain justru menumbuhkan bibitnya. Akhirnya, nanti ada yang menyimpulkan bahwa pemberantasan terorisme, ternyata omong kosong belaka,” tutupnya. [AW]