BEKASI (Panjimas.com) – Anggota Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Pusat, Dr Abdul Choir Ramadhan, SH, MH, MM menegaskan agar definisi radikalisme jangan menjadi monopoli BNPT dan Kemenkominfo.
Hal itu diungkapkan Adul Choir menyikapi pelabelan radikal terhadap media Islam yang beberapa waktu lalu menjadi korban pemblokiran.
“Apakah dapat dibenarkan definisi radikalisme menjadi monopoli BNPT dan Kemenkominfo?” kata Abdul Choir dalam tablig akbar ‘Di Balik Tragedi Pemblokiran Media Islam’ di Islamic Center Kota Bekasi, Jl. Ahmad Yani no 22, Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Ahad (19/5/2015).
Ia pun mempertanyakan sikap BNPT yang begitu mudah melakukan pelabelan radikal kepada media Islam.
“Sekarang kita tanyakan kepada BNPT, mengapa BNPT begitu mudahnya melakukan pelabelan pada media Islam itu radikal. Apa pengertian radikalisme yang dimaksud BNPT?” ujarnya.
Menurutnya, radikal tidak serta merta dianggap sebagai ancaman. Apalagi sebagai sesuatu yang negatif.
“Saya misalkan, menjalankan agama bersungguh-sungguh, saya radikal,” ungkapnya.
Bahkan, Dr Abdul Chair justru menyerukan agar pemikiran radikal itu dimiliki setiap anak bangsa.
“Hanya orang bodoh yang berfikir biasa-biasa saja! Kita sekarang harus berfikir radikal,” ucapanya.
Justru, dengan berfikir radikal itulah yang bisa membawa negara ini untuk maju.
“Radikalisme ini konsep politik untuk merubah suatu tatanan pemerintahan yang kita kenal sekarang reformasi, tapi di bawah itu ada yang namanya radikal. Sistem politik, cara pandang politik dalam konteks kenegaraan dalam hal perubahan, itu radikal!” tandasnya. [AW]