JAKARTA (Panjimas.com) – Ketua Bidang Kajian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Yunahar Ilyas mengatakan pemerintah sebaiknya segera menafsirkan defenisi dari radikal atau radikalisme dengan mengajak Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan juga para ulama. Hal ini diharapkan dapat mencegah terjadi lagi kesalahan dalam menjustifikasi apakah pihak tertentu menganut paham radikalisme atau tidak.
“Harusnya apakah itu BNPT, pemerintah, buat defenisinya (radikal) itu yang seperti apa. Jangan ditafsirkan sendiri. Dan jangan sampai digunakan untuk menghabisi pihak yang tidak disukai. Kalau memang jelas radikal enggak apa-apa dibasmi, asalnya jangan secara sepihak,” ujar Yunahar kepada Republika, Selasa (14/4/2015).
Yunahar yang juga pengurus PP Muhammadiyah kemudian menjabarkan defenisi radikal yang selama ini sering menjadi salah kaprah di tengah-tengah masyarakat. Secara bahasa kata Yunahar radikal berarti mempelajari sesuatu khususnya agama mendalam sampai ke akar.
Akan tetapi, saat ini, defenisi radikal justru digunakan untuk menyebutkan orang-orang atau sekelompok orang yang tidak mau menerima pendapat orang lain. Di mana sekelompok tersebut menolak keberagaman, dan mau melakukan tindakan kekerasan agar orang lain mau mengikuti pendapat yang mereka yakini.
Hal ini disayangkan oleh Yunahar karena dalam menjalani kenhidupan di negara sekuler seperti di Indonesia yang mayoritas penduduknya Islam adalah Islam yang moderat, haruslah menghargai adanya keberagaman dan menghargai perbedaan pendapat.
“Kita boleh menyatakan pendapat kita benar atau sangat benar. Tapi kita harus akui adanya perbedaan, kalau tidak mau sampai memaksa orang lain mau menerima itu namanya radikal. kalau sampai tindak kekerasan, itu lebih lagi dari radikal,’ ungkap Yunahar. [AW/ROL]