BALKH (Panjimas.com) – Sekelompok pria bersenjata yang diduga anggota mujahidin Taliban menyerbu kantor Jaksa Agung di sebelah utara Afghanistan pada Kamis (9/4/2015). Setidaknya 10 petugas kantor tewas, dan 60 lainnya terluka dalam serangan tersebut.
Serangan dimulai pada pagi hari ketika empat anggota Taliban menyamar dengan mengenakan seragam polisi dan bersenjatakan granat berpeluncur roket merangsek masuk ke kantor Jaksa Agung yang terletak di kota Mazar-i-Sharif, Provinsi Balkh yang berdekatan dengan kantor gubernur dan gedung pemerintah lainnya.
Seperti dilaporkan CNN, bentrokan tak terhindarkan pun terjadi antara mujahidin Taliban dengan aparat keamanan boneka Amerika Serikat (AS). Pertempuran berlangsung selama kurang lebih dua jam, dan hingga sore hari keadaan masih belum aman.
Kepala Polisi Provinsi Balkh, Abdul Razeq Qaderi melaporkan korban yang tewas di antaranya adalah kepala polisi setempat, 2 anggota polisi, dan 1 penjaga gedung. 4 mujahidin Taliban dikabarkan juga gugur dalam serangan tersebut. Jumlah korban tewas dari pihak polisi Afghanistan diperkirakan akan terus bertambah.
Juru bicara Taliban, Zabiullah Mujahid mengaku kelompoknya bertanggung jawab atas serangan tersebut. Mujahidin Taliban semakin meningkatkan serangan terhadap pemerintah menyusul rencana penarikan sebagian besar pasukan tempur asing sejak tahun lalu.
Namun AS kembali berdusta. Realitanya AS tetap mempertahankan 9.800 tentara di Afghanistan hingga akhir tahun, dan tidak menguranginya hingga 5.500 personel seperti yang sebelumnya direncanakan.
Pengumuman ini dikeluarkan oleh Gedung Putih sementara Presiden Ashraf Ghani mengunjungi Presiden Barack Obama dan menghadiri serangkaian pertemuan di Gedung Putih pada Selasa (25/3/2015) lalu.
Taliban berupaya untuk menggulingkan pemerintah Afghanistan yang menjadi boneka AS. Setelah 13 tahun Taliban menguasai Afghanistan untuk melindungi para pemimpin Al Qaeda seperti Syaikh Usamah Bin Laden yang merencanakan serangan 9/11 yang kemudian digulingkan oleh intervensi militer yang dipimpin AS. [Muhajir/Reuters]