JAKARTA (Panjimas.com) – Ketua PP Muhammadiyah, Prof Yunahar Ilyas mengapresiasi langkah responsif Kemenkominfo pada hari Kamis (9/4/2015) yang membuka kembali 12 situs media Islam yang sebelumnya diblokir atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) karena dituduh bermuatan radikal.
Seperti diketahui, pemblokiran situs-situs media Islam ini telah memunculkan kritik dan protes dari masyarakat. Karenanya, ujar Yunahar, pihaknya mengimbau pemerintah agar dapat memetik pelajaran dari kebijakan blokir yang sepihak dan tanpa dialog itu.
“Sementara, cukup yang diblokir agar dibuka. Cuma ke depannya, pemerintah tidak boleh main blokir lagi. Ini kontrol yang berlebihan terhadap media,” ujar Yunahar, pada Jum’at (10/4/2015) seperti dilansir ROL.
Menurut Yunahar, sebenarnya nama baik ke-12 situs media Islam itu sudah terlanjur rusak oleh stigma negatif dari BNPT sebagai penyebar paham kekerasan. “Walaupun dibuka (blokirnya), memperbaiki stigma itu tidak mudah. Ini lekat di masyarakat. Yang paling mahal kan menjaga nama baik itu,” tuturnya.
Apalagi, Kemenkominfo tidak mengadakan konfirmasi dan klarifikasi kepada pengelola situs-situs media Islam itu terlebih dulu sebelum memblokirnya. Dengan begitu, tegas Yunahar, akan lebih bijak bila pemerintah berani meminta maaf secara terbuka ke publik.
“Kalau BNPT dan Kemenkominfo berbesar hati, ya rehabilitasi (nama baik situs-situs tersebut). Paling tidak, mengklarifikasi ke masyarakat umum,” tandasnya.
Muhammadiyah, kata Yunahar, menginginkan agar pemblokiran terhadap sebuah saluran ekspresi masyarakat mesti melalui mekanisme pengadilan. Sedangkan pemerintah hanya melakukan pendekatan yang sifatnya persuasif dan dialogis terhadap pihak-pihak yang diduga menyebarkan paham yang berbahaya.
“Biar pengadilan yang memutuskan. BNPT dengan tafsirnya, sementara semua beda-beda (tentang definisi radikalisme -red),” pungkasnya. [GA]