MALAYSIA (Panjimas.NET) – Wakil Presiden Partai Keadilan Rakyat Malaysia (PKR), Nurul Izzah menilai rancangan Undang-Undang (UU) Anti Terorisme yang baru saja diloloskan parlemen Malaysia pada Selasa (8/4/2015) rentan disalahgunakan untuk memberangus oposisi yang dianggap membahayakan pemerintah.
Pasalnya, dengan UU Pencegahan Terorisme itu aparat bisa menahan orang yang diduga teroris tanpa dakwaan. Di bawah UU ini, terduga bisa ditahan tanpa diadili hingga dua tahun lamanya, dengan perpanjangan hukuman atas persetujuan.
“Menurut sejarahnya, sepertinya pemerintah Malaysia selalu mendiskriminasi pembangkang dan oposisi. Dan undang-undang yang tanpa transparansi ini bisa saja disalahgunan,” kata Nurul, pada Rabu (8/4/2015) seperti dilansir CNN Indonesia.
“Polis diraja Malaysia dan badan intelijen Malaysia semua bekerja untuk memastikan tidak ada penentang dalam pemerintahan. Jadi bisa saja hukum seperti ini menjadi alat untuk beramai-ramai menahan oposisi,” jelas putri dari pemimpin koalisi oposisi Anwar Ibrahim yang kini dipenjara akibat kasus sodomi yang dituduhkan.
Nurul yang saat ini menjabat sebagai anggota parlemen untuk wilayah Lembah Pantai mengungkapkan bahwa UU ini disahkan tanpa sama sekali melibatkan oposisi. Nurul juga menilai UU Anti Terorisme ini merenggut hak asasi manusia (HAM).
“Dengan langsung memanggil, menjemput dan menahan mereka, tanpa mendengar perkataan dari para tertuduh, ini merenggut hak asasi. Bagaimana mau memperkuat negeri jika pemerintah merenggut hak asasi rakyat?,” kata Nurul.
Nurul membenarkan bahwa kerangka hukum di Malaysia memang perlu diperkuat dan diperbaiki. Namun, pemerintah juga seharusnya memperhatikan faktor yang tidak kalah penting, yaitu proses deradikalisasi dan rehabilitasi.
“Di Malaysia, tindakan anti-radikalisme sampai saat ini masih nol,” kata Nurul.
Nurul bercerita, dia pernah bertemu dengan sejumlah mantan napi yang hingga saat ini masih sulit menyesuaikan diri di masyarakat. “Mereka tidak dapat bekerja, malu, dan tidak menerima uang dari Mahkamah,” kata Nurul.
“Dan saat ini pemerintah mengeluarkan undang-undang seperti ini. Jika dibandingkan dengan negara lain, ini undang-undang teror di Malaysia adalah yang paling buruk. Tapi caranya haruslah berlandaskan UU,” lanjutnya.
Bersama dengan oposisi lainnya, Nurul mengaku bahwa mereka telah berusaha menentang UU Anti Teror tersebut. “Kami sebagai oposisi sudah mengajukan protes, sudah berdebat dan menolak. Tapi kami dibilang oposisi mendukung terorisme,” ujar Nurul.
Rancangan UU Pencegahan Terorisme diloloskan setelah melalui perdebatan alot di Parlemen Malaysia. Salah satu faktor yang menjadi kontroversi, adalah bahwa keputusan penahanan para terduga teroris berada di dalam wewenang dewan terorisme Malaysia, bukan pengadilan.
Berdasarkan UU tersebut, aparat berhak mencabut dokumen perjalanan warga Malaysia atau asing yang terduga terlibat terorisme, baik yang mencoba masuk atau keluar dari negara itu. [Muhajir]