MALAYSIA (Panjimas.NET) – Parlemen Malaysia pada Selasa (7/3/2015) meloloskan rancangan Undang-Undang (UU) Anti Terorisme yang bertujuan untuk memberangus perkembangan kelompok jihadis di negara itu. Namun, para oposisi dan pegiat hak asasi manusia (HAM) mengecam UU yang menurut mereka bisa digunakan pemerintah menangkapi para pengkritik.
Diberitakan Channel NewsAsia, UU Anti Teror itu akhirnya diloloskan pada Selasa dini hari setelah melalui debat panjang selama 15 jam. RUU itu masih membutuhkan persetujuan Senat, namun diduga pengesahannya akan mulus.
Dengan UU Pencegahan Terorisme itu aparat bisa menahan terduga teroris tanpa dakwaan. Di bawah UU ini, terduga bisa ditahan tanpa diadili hingga dua tahun lamanya, dengan perpanjangan hukuman atas persetujuan.
Keputusan penahanan para terduga teroris diputuskan oleh dewan terorisme Malaysia, bukan pengadilan. Aparat, berdasarkan UU itu, berhak mencabut dokumen perjalanan warga Malaysia atau asing yang terduga terlibat terorisme, baik yang mencoba masuk atau keluar dari negara itu.
Sebelumnya, Malaysia juga pernah memiliki peraturan serupa, yaitu UU Keamanan Dalam Negeri atau ISA. UU ini dihapuskan pada April 2012 setelah diprotes karena digunakan untuk memberangus lawan politik atau kritik. Politisi oposisi, N Surendran mengatakan bahwa langkah anti-teror Malaysia kali ini setali tiga dengan ISA.
“Undang-undang ini memuat penahanan jangka panjang tanpa pengadilan, sangat terbuka untuk penyelewengan dan mencederai demokrasi,” kata Surendran. (Baca: Wakil Presiden PKR Malaysia: UU Anti Terorisme Rentan Disalahgunakan)
Kecaman yang sama datang dari lembaga Human Right Watch yang mengatakan bahwa UU Anti Tero itu adalah kemunduran besar bagi penegakan HAM di Malaysia.
“Pelolosan undang-undang ini memicu kekhawatiran bahwa Malaysia akan kembali mempraktikkan peraturan lama saat pemerintah sering memanfaatkan ketakutan akan penahanan tanpa batas untuk mengintimidasi dan membungkam kritik,” ujar wakil direktur HRW Asia, Phil Robertson dalam pernyataannya. [Muhajir/CNN]