JAKARTA (Panjimas.NET) – Anggota Departemen Dakwah Pimpinan Pusat Persaudaraan Muslimah (Salimah), ustadzah Ika Abriastuti mengatakan, situs-situs media Islam itu isinya hanyalah kisah-kisah Al Qur’an, Hadits, kisah-kisah Nabi, dan nasehat dalam Islam. Situs itu bersifat umum dan tidak ada upaya mendorong pembaca melakukan tindakan radikal.
“Mengajak orang ke masjid, sholat jama’ah itu merupakan kegiatan amar makruf nahi mungkar karena Allah akan meminta petangungjawaban manusia terhadap hal itu. Lihat kemungkaran tidak boleh diam harus menasehati, situs-situs Islam isinya kebanyak seperti itu, bukan radikal,” jelas ustadzah Ika, pada Selasa (31/3/2015).
Menurut dia, seharusnya pemerintah memanggil pengelola situs-situs media Islam itu terlebih dahulu sebelum membuat keputusan. Kalau langsung ditutup secara sepihak, masyarakat yang terbiasa mencari informasi dari situs-situs media Islam itu akan merasakan dampaknya.
“Panggil dulu para pengelolanya. Lalu diminta keterangan soal situsnya, jangan menutup situs tanpa ada bukti kalau situs tersebut mendorong gerakan radikal, itu tidak adil,” ujar ustadzah Ika. (Baca: Salimah: Situs Panjimas & Dakwatuna isinya Biasa-Biasa Saja, Tak Ada Muatan Radikal)
Ustadzah Ika mengatakan, dalam Islam melawan kemungkaran yang paling ringan adalah menolak dengan hati nurani. “Ibarat orang tak punya kekuasaan, dan suara, setidaknya kalau diajak berbuat maksiat, menolak dengan hati,” lanjutnya. (Baca: Ketua PP Pemuda Muhammadiyah: BNPT Jangan Buat Tafsir Radikal Seenaknya)
Dia juga mengatakan, pemerintah harus menjelaskan tulisan seperti apa yang disebut dan didefinisikan radikal. Seperti melarang anak melakukan sesuatu, harus ada penjelasannya, tidak boleh melarang begitu saja. “Pemerintah terlalu intervensi dengan mengurusi situs-situs Islam. Harus ada bukti yang kuat secara hukum untuk menutup sebuah situs, jangan asal tutup begitu saja,” tutur ustadzah Ika.
Seperti diberitakan Panjimas.com sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melakukan pembredelan terhadap situs-situs pemberitaan media Islam. Pemblokiran itu atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) lantaran dicurigai menyebarkan paham radikal. (Baca: Innalillahi, Rezim Jokowi Bunuh Kebebasan Pers dengan Membredel Media Islam)
19 website internet itu antara lain arrahmah.com, voa-islam.com, ghur4ba.blogspot.com, panjimas.com, thoriquna.com, dakwatuna.com, kafilahmujahid.com, an-najah.net, muslimdaily.net, hidayatullah.com, salam-online.com, aqlislamiccenter.com, kiblat.net, dakwahmedia.com, muqawamah.com, lasdipo.com, gemaislam.com, eramuslim.com dan daulahislam.com.
Pembredelan sejumlah situs Islam tersebut jelas melanggar kebebasan pers, sebagaimana diatur Undang Undang Pers No 40 Tahun 1999 pasal 4.
- Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
- Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
- Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
- Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Jika hal ini dibiarkan, maka umat Islam akan kembali ke zaman Orde Baru (Orba), di mana kebebasan pers khususnya kebebasan media Islam dalam berdakwah dan mensyiarkan agama dibungkam oleh rezim yang berkuasa. [GA/ROL]