JAKARTA (Panjimas.NET) – Keputusan Kemenkominfo yang melakukan pemblokiran secara sepihak terhadap 19 situs media Islam yang dituding radikal atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus menuai kritik dan protes dari sejumlah pihak.
Pemblokiran situs media Islam yang dianggap radikal dan dilakukan oleh Kemenkominfo atas rekomendasi dari BNPT itu kini menjadi blunder bagi lembaga antiteroris tersebut. Pasalnya, BNPT hingga saat ini sering melabeli aktivistas Islam dengan istilah radikal dan teroris.
“Jangan buat tafsir (soal radikal –red) seenaknya,” tegas Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, pada Selasa (31/3/2015) seperti dilansir ROL. (Baca: Salimah: Situs Panjimas & Dakwatuna isinya Biasa-Biasa Saja, Tak Ada Muatan Radikal)
Dahnil juga menyayangkan sikap BNPT karena tanpa disertai bukti-bukti yang kuat dan mumpuni langsung mencap 19 situs media Islam tersebut membawa pengaruh radikal dalam kontennya.
Seharusnya, ujar Dahnil, pemerintah dan BNPT menjelaskan kepada publik konten mana yang mengandung radikalisme di situs-situs media Islam itu. Cara represif yang dilakukan oleh BNPT dilakukan dengan mengabaikan dialog. Sehingga terlihat pada usaha pelabelan yang dilakukan tanpa klarifikasi dan penjelasan.
“Sikap seperti itu tentu berbahaya sekali bagi umat Islam. Umat Islam dirugikan karena semua argumentasi keagamaan yang disampaikan oleh kelompok Islam selalu dilabelkan berpotensi radikalis dan menghasut terorisme,” tandasnya.
Dahnil menjelaskan, tindakan represif yang dilakukan Kemenkominfo dan BNPT seperti itu seolah-olah melabeli Islam dengan istilah terorisme. Sehingga klaim sepihak BNPT tersebut sangat merugikan bagi umat Islam.
Seperti diberitakan Panjimas.com sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melakukan pembredelan terhadap situs-situs pemberitaan media Islam. Pemblokiran itu atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) lantaran dicurigai menyebarkan paham radikal. (Baca: Innalillahi, Rezim Jokowi Bunuh Kebebasan Pers dengan Membredel Media Islam)
19 website internet itu antara lain arrahmah.com, voa-islam.com, ghur4ba.blogspot.com, panjimas.com, thoriquna.com, dakwatuna.com, kafilahmujahid.com, an-najah.net, muslimdaily.net, hidayatullah.com, salam-online.com, aqlislamiccenter.com, kiblat.net, dakwahmedia.com, muqawamah.com, lasdipo.com, gemaislam.com, eramuslim.com dan daulahislam.com.
Pembredelan sejumlah situs Islam tersebut jelas melanggar kebebasan pers, sebagaimana diatur Undang Undang Pers No 40 Tahun 1999 pasal 4.
- Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
- Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
- Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
- Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Jika hal ini dibiarkan, maka umat Islam akan kembali ke zaman Orde Baru (Orba), di mana kebebasan pers khususnya kebebasan media Islam dalam berdakwah dan mensyiarkan agama dibungkam oleh rezim yang berkuasa. [GA]