JAKARTA (Panjimas.NET) – Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie mengatakan, tindakan cepat Kemenkominfo yang memblokir 19 situs media pemberitaan berbasis Islam secara sepihak memunculkan kesan bahwa pemerintah mendahulukan pembredelan dan mengesampingkan klarifikasi serta klasifikasi kesalahan media yang dibredel.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menambahkan, Kominfo seharusnya tidak langsung mengeksekusi rekomendasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk memblokir situs yang dianggap bermuatan radikal dan terorisme. Sebab itu hanya versi sepihak dari BNPT.
“Radikal itukan versinya BNPT. Saya rasa sebaiknya memang rekomendasi dari BNPT itu tidak ditelan mentah-mentah dan diterima Menteri. Menteri menyeleksi lagi, jadi ada tim verifikasi,” jelas Jimly di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Rabu (1/4/2015) seperti dilansir CNN Indonesia.
Jimly menegaskan, jika situasi seperti ini dibiarkan terus menerus, maka tidak menutup kemungkinan bisa mengganggu prinsip kebebasan pers. Hal tersebut saat ini bahkan sudah menjadi kekhawatiran banyak pihak, khususnya awak media, bahwa era pemerintahan Jokowi-JK akan kembali ke masa lalu.
Seperti diberitakan Panjimas.NET sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melakukan pembredelan terhadap situs-situs pemberitaan media Islam. Pemblokiran itu atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) lantaran dicurigai menyebarkan paham radikal. (Baca: Innalillahi, Rezim Jokowi Bunuh Kebebasan Pers dengan Membredel Media Islam)
19 website internet itu antara lain arrahmah.com, voa-islam.com, ghur4ba.blogspot.com, panjimas.com, thoriquna.com, dakwatuna.com, kafilahmujahid.com, an-najah.net, muslimdaily.net, hidayatullah.com, salam-online.com, aqlislamiccenter.com, kiblat.net, dakwahmedia.com, muqawamah.com, lasdipo.com, gemaislam.com, eramuslim.com dan daulahislam.com.
Pembredelan sejumlah situs Islam tersebut jelas melanggar kebebasan pers, sebagaimana diatur Undang Undang Pers No 40 Tahun 1999 pasal 4.
- Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
- Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
- Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
- Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Jika hal ini dibiarkan, maka umat Islam akan kembali ke zaman Orde Baru (Orba), di mana kebebasan pers khususnya kebebasan media Islam dalam berdakwah dan mensyiarkan agama dibungkam oleh rezim yang berkuasa. [GA]