JAKARTA (Panjimas.NET) – Pengamat media massa dan sosial media (sosmed), Mustofa B Nahrawardaya mengaku heran dengan sepak terjang Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang secara sepihak melalui Kemenkominfo menutup dan memblokir secara sepihak 19 situs media Islam atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Anggota Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah ini juga menyerukan kepada seluruh pihak untuk segera menghentikan pembredelan media massa karena hal itu sangat mencederai semangat reformasi yang pada tahun 1998 menggulingkan rezim otoriter Orde Baru untuk menuju pemerintahan yang terbuka. (Baca: BNPT & Kominfo Tutup Media Islam Secara Sepihak, Mustofa Nahra: Cara ini Lebih Jahat dari Orde Baru)
“Saya tidak menyangka bahwa di era Presiden Jokowi yang notabene bukan dari keturunan “darah” militer ini, program pembredelan media massa ternyata lebih kejam. Tolong rencana dan langkah pembredelan ini dihentikan,” tegas Mustofa seperti rilis yang diterima Panjimas.NET pada Senin (30/3/2015). (Baca: Mustofa Nahra: Ada Upaya Pembodohan Publik Berdalih Pemberantasan Terorisme Dibalik Penutupan Media Islam)
Seperti diberitakan Panjimas.NET sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melakukan pembredelan terhadap situs-situs pemberitaan media Islam. Pemblokiran itu atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) lantaran dicurigai menyebarkan paham radikal. (Baca: Innalillahi, Rezim Jokowi Bunuh Kebebasan Pers dengan Membredel Media Islam)
19 website internet itu antara lain arrahmah.com, voa-islam.com, ghur4ba.blogspot.com, panjimas.com, thoriquna.com, dakwatuna.com, kafilahmujahid.com, an-najah.net, muslimdaily.net, hidayatullah.com, salam-online.com, aqlislamiccenter.com, kiblat.net, dakwahmedia.com, muqawamah.com, lasdipo.com, gemaislam.com, eramuslim.com dan daulahislam.com.
Pembredelan sejumlah situs Islam tersebut jelas melanggar kebebasan pers, sebagaimana diatur Undang Undang Pers No 40 Tahun 1999 pasal 4.
- Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
- Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
- Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
- Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Jika hal ini dibiarkan, maka umat Islam akan kembali ke zaman Orde Baru (Orba), di mana kebebasan pers khususnya kebebasan media Islam dalam berdakwah dan mensyiarkan agama dibungkam oleh rezim yang berkuasa. [GA]