JAKARTA (Panjimas.NET) – Anggota Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah, Mustofa B Nahrawardaya mengatakan, keputusan Kemenkominfo yang melakukan pemblokiran secara sepihak terhadap 19 (sebelumnya ditulis 22) situs media Islam yang dituding radikal atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) adalah tindakan brutal.
Selain itu, lanjut Mustofa, bagi umat Islam penutupan situs-situs Islam bagi umat Islam sangat jelas akan memperburuk prinsip keseimbangan informasi yang diterima umat Islam dan masyarakat luas. (Baca: Blokir Situs Media Islam, Mustofa Nahra: BNPT Bukan Hanya Ngawur, Tapi Brutal)
“Apa itu? Dalam banyak berita terkait terorisme/ISIS dan sebagainya, hanya sedikit Media Mainstream yang mau memberitakan secara berimbang. Sumber berita Media Mainstream, biasanya hanya dari aparat dan tidak mengutip sumber lain sebagai syarat coverbothside dalam kaidah jurnalistik,” kata Mustofa seperti rilis yang diterima Panjimas.NET pada Senin (30/3/2015).
Akibat sumber berita yang tidak berimbang tersebut, maka informasi yang sehat dalam meng-cover berita tentang terorisme, sering terabaikan. Banyak informasi dan fakta tidak disampaikan ke publik karena kepentingan tertentu dari media-media Mainstream.
“Sebagai contoh: Tidak ada perlawanan terduga teroris diberitakan ada perlawanan. Tidak ada baku tembak antara terduga dengan Densus, tetapi diberitakan ada baku tembak. Terduga ditembak saat shalat, diberitakan ditembak saat melempar bom. Dan seterusnya. Tidak diketahui, masalahnya dimana, sehingga kesaksian warga di TKP (Tempat Kejadian Perkara) tidak sesuai dengan berita yang muncul,” jelasnya.
“Nah, dengan adanya situs/website Islam, maka pemberitaan terorisme/ISIS kini jadi berimbang. Contoh lain adalah berita kebengisan ISIS, Kekerasan ISIS, yang diberitakan Media Mainstream, sangat jauh berbeda dengan yang diceritakan Media Islam. Dengan objek berita yang sama, semangat berita jadi berbeda? Ini yang perlu diperhatikan,” ujar Mustofa.
“Ada masalah serius antara kedua kelompok media ini, jika memberitakan radikalisme dan terorisme. Penutupan situs-situs Islam ini saya kira memiliki agenda setting yang lebih besar, yakni agar misi Densus/BNPT tidak ada yang mengganggu lagi. Artinya, pola sumber tunggal dalam berita terorisme akan lebih kuat posisinya. Boleh dibilang, ada upaya permanen pembodohan publik berkedok pemberantasan terorisme,” tandasnya. [GA]