JAKARTA (Panjimas.com) – Pemerintah Indonesia diminta untuk mematuhi aturan dalam melakukan pemblokiran terhadap situs-situs media Islam yang baru diduga menyebarkan paham radikalisme. Hal ini seperti yang dikatakan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD.
Pakar hukum tata negara ini menjelaskan, pemblokiran sebuah situs-situs media terlebih dulu harus mendapat izin dari pengadilan. Jika hal itu tidak dilakukan, maka pemerintah sama saja telah melakukan pelanggaran aturan yang dibuat sendiri.
“Itu sesuai dengan aturan yang berlaku. Jika tidak, ya melanggar,” tegas Mahfud MD di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan Jakarta, pada Selasa (31/3/2015). (Baca: Mantan Ketua MK, Mahfud MD: Media Tak Bisa Diblokir Kalau Gak Ada Izin Pengadilan
Menurut Mahfud, MK pada waktu kepemimpina dia pernah mengkaji aturan tentang mekanisme pemblokiran sebuah situs. “Jadi sesuai dengan keputusan MK, pemerintah harus mengajukan izin dulu kepada pengadilan untuk memblokir situs-situs tertentu,” ujarnya. (Baca: Sambangi Kemenkominfo, Perwakilan Media Islam Protes Soal Pemblokiran Sepihak Atas Perintah BNPT)
Mahfud melanjutkan, sudah semestinya pemerintah melalui Kemenkominfo melengkapi berkas pengajuan pemblokiran dengan alasan-alasan yang kuat agar pengadilan mengabulkan permintaan itu. “Terkait dengan urgensi dan lama proses pemblokiran, saya kurang tahu,” tutup Mahfud.
Seperti diberitakan Panjimas.com sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melakukan pembredelan terhadap situs-situs pemberitaan media Islam. Pemblokiran itu atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) lantaran dicurigai menyebarkan paham radikal. (Baca: Innalillahi, Rezim Jokowi Bunuh Kebebasan Pers dengan Membredel Media Islam)
19 website internet itu antara lain arrahmah.com, voa-islam.com, ghur4ba.blogspot.com, panjimas.com, thoriquna.com, dakwatuna.com, kafilahmujahid.com, an-najah.net, muslimdaily.net, hidayatullah.com, salam-online.com, aqlislamiccenter.com, kiblat.net, dakwahmedia.com, muqawamah.com, lasdipo.com, gemaislam.com, eramuslim.com dan daulahislam.com.
Pembredelan sejumlah situs Islam tersebut jelas melanggar kebebasan pers, sebagaimana diatur Undang Undang Pers No 40 Tahun 1999 pasal 4.
- Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
- Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
- Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
- Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Jika hal ini dibiarkan, maka umat Islam akan kembali ke zaman Orde Baru (Orba), di mana kebebasan pers khususnya kebebasan media Islam dalam berdakwah dan mensyiarkan agama dibungkam oleh rezim yang berkuasa. [GA]