MALANG (Panjimas.com) – Bukan Densus 88 Antiteror Mabes Polri namanya jika tidak melakukan tindakan tercela, kejam, keji dan brutal serta tidak manusiawi saat menangkap warga atau aktivis Islam yang dituduh sebagai “teroris”. Bahkan saat menggeledah sebuah tempat pun Densus 88 banyak mendapat catatan negatif.
Salah satu kasus terbaru yang sangat keji dan tidak manusiawi adalah ketika pasukan berlogo Burung Hantu itu menggeledah beberapa lokasi di Malang Jawa Timur (Jatim) seusai menangkap sejumlah orang yang diduga terlibat dengan Daulah Islam (IS). Beberapa orang yang tempatnya turut disatroni Densus 88 itupun merasa kecewa dan marah.
Salah satunya Jefri Rahmawan. Dia sempat diperiksa terkait penangkapan Helmi Aalamudi. Jefri adalah salah satu ustadz di Rumah Tarbiyah dan Tanfidh Al Mukmin. Yayasan itu dikaitkan dengan kegiatan Helmi. Dia diperiksa pada Kamis (26/3/2015) dari pukul 10.00 WIB sampai sekitar pukul 16.00 WIB.
Jefri sangat kecewa dan marah serta menganggap pihak Densus 88 tidak sopan saat menggeledah sekolah yang dikelolanya itu. Karena tindakan penggeledahan itu, anak-anak yang sedang belajar di rumahnya ketakutan karena Densus 88 sempat menodongkan senjata kepada anak-anak yang masih dibawah umur itu.
“Saat penggeledahan sedang berlangsung proses belajar mengajar. Ada gebrakan pintu dari luar, kemudian kami membukakan pintu. Pintu itu tidak bisa dibuka karena memang ada kayu dipasang, diganjalkan di situ,” ungkap Jefri di Rumah Tarbiyah dan Tanfidh Al Mukmin, pada Jum’at (27/3/2014).
Bahkan, salah satu pengajar perempuan di tempat itu, Ummu Bariroh sempat tersulut emosinya saat menceritakan kejadian itu. “Kalian bisa sopan enggak sih? Anda ketuk pun saya pasti buka. Kita tidak tahu menahu langsung didobrak saja,” jelas Ummu Bariroh.
Tidak hanya itu, Jefri dan Ummu Bariroh juga merasa dirugikan dengan berbagai opini yang muncul, termasuk tudingan menyebut yayasan mereka terlibat dengan Daulah Islam (IS). Pihaknya menegaskan kegiatan di tempat itu hanya sebatas belajar mengajar bagi anak-anak dari usia dini sampai sepuluh tahun.
“Kami jelaskan pada masyarakat semua, bahwa apa yang dituduhkan sama sekali tidak benar, kami merasa dirugikan. Mereka (Densus 88 –red) menodongkan pistol ke anak-anak. Mereka ada yang menangis dan trauma,” ujar Jefri. [GA/mrdk]