JAKARTA (Panjimas.com) – Kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Pemerintah serta perusahaan Jepang yang mengiringi kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Jepang, mutlak harus dipertanyakan. Kesepakatan itu berpotensi menjadi bagian dari konspirasi jahat untuk kepentingan pribadi.
Pendapat itu disampaikan oleh peneliti Indonesia For Global Justice (IGJ), Salamuddin Daeng kepada intelijen pada Rabu (25/3/2015).
“Itu mutlak harus dipertanyakan karena berpotensi terjadi konspirasi jahat yang terselubung untuk ‘membegal’ rencana pengambilalihan 100 % Blok Mahakam oleh Pertamina dan ‘membegal’ UU Minerba,” tegas Salamuddin.
Salamuddin menyatakan, moment kunjungan Jokowi ke Jepang bersamaan dengan berjalannya dua polemik besar di Indonesia, yakni pengambilalihan Blok Mahakam dan pelanggaran UU 4/2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
“Kunjungan Jokowi ke Jepang berlangsung tepat di tengah dua polemik besar di tanah air yakni, rencana pengambilalihan 100 % Blok Mahakam oleh Pertamina dan Polemik pelanggaran UU No 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara oleh pemerintahan Jokowi,” jelas Salamuddin.
Menurut Salamuddin, polemik ini berkaitan langsung dengan sejumlah perusahaan Jepang di Indonesia. Dan dalam pertemuan “collective courtesy call” di Hotel New Otani Tokyo, Jokowi bertemu dengan sejumlah pengusaha Jepang.
Diantaranya CEO Hitachi, Daihatsu Motor Corp, IHI Corp, Inpex, Itochu, J-Power, JX Nippon Oil and Energy, Marubeni, Nikkei Inc, Sumitomo Corp, Ajinomoto, Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ, Honda, JFE Steel, J-Trust, Mitsubishi Corp, NEC, Panasonic Corp, SMBC, dan Sojitz.
Salamuddin mengungkapkan, Inpex merupakan pemegang saham 50 % Blok Mahakam, Sumitomo Corp. pemegang 24 % saham PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT), dan Mitsubishi partner dari Freeport. “Ketiga perusahaan Jepang itu tengah melakukan negosiasi dalam rangka menghindari kewajibannya sesuai kontrak dan UU di Indonesia,” papar Salamuddin. [GA]