JAKARTA (Panjimas.com) – Direktur Pengkajian Kebijakan Strategis Pusat HAM Islam Indonesia (PUSHAMI), Jaka Setiawan mengungkapkan bahwa tujuan utama melakukan sekuritisasi terhadap ISIS ini adalah meloloskan RUU Kemanan Nasional (Kamnas).
Ternyata, RUU Kamnas yang sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019 sangat berbahaya. Pasalnya, RUU Kamnas yang pada pemerintahan yang lalu telah ditolak karena berpotensi melanggar HAM seperti di zaman orde baru. (Baca: Waspada! Sekuritisasi Isu ISIS Prakondisi Loloskan RUU Kamnas)
Tentu saja, bukan hanya menjadi ancaman bagi umat Islam, tetapi juga bagi para aktivis dan LSM.
“Nantinya bukan hanya menyasar kelompok Islam tapi juga kalangan penekan dari kelompok LSM lainnya,” kata Jaka Setiawan, kepada Panjimas.com, Ahad (22/3/2015).
Anehnya, PDIP yang di era rezim SBY menolak RUU Kamnas, kini ketika rezim Jokowi berkuasa justru mengajukan pengesahan tersebut kepada DPR RI.
Saat itu, Anggota DPRI RI Fraksi PDIP, TB Hasanudin di gedung DPR pada Kamis (25/10/2012) mengungkapkan sedikitnya ada delapan pasal dalam draf terbaru RUU Kamnas yang patut dicurigai karena bisa merusak tatanan Orde Reformasi Indonesia.
Salah satunya Pasal 17 ayat (4) menyebutkan, “Ketentuan mengenai bentuk ancaman bersifat potensial atau bersifat aktual sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden”. Pasal ini berbahaya karena bisa saja presiden membuat skenario ancaman. Kalau ada pemogokan buruh misalnya.
Kemudian pada Pasal 30 ayat (2) menyebutkan, “Presiden dalam penyelenggaraan Keamanan Nasional dapat mengerahkan unsur Tentara Nasional Indonesia untuk menangulangi Ancaman bersenjata pada keadaan tertib sipil sesuai eskalasi dan keadaan Bencana”. TNI bisa dikerahkan menghadapi pelaku kriminal berbahaya.
Dari sejumlah pasal-pasal krusial tersebut, menurut Jaka rezim tangan besi sebagaimana masa Orde Baru bisa kembali muncul.
“Jika RUU Kamnas ini disahkan melalui sekuritisasi isu ISIS, maka represi ideologis tidak hanya akan menimpa gerakan Islam, tapi juga penentang pemerintah bisa dianggap ekstrimis dan makar. Konsekuensi bagi rezim keamanan di Indonesia rezim militer akan kembali muncul karena RUU Kamnas akan masuk sistem pertahanan integratif, memudahkan TNI menjalankan operasi non Perang,” ungkapnya.
Dengan demikian, bila TNI muncul dalam melakukan operasi, bukan tidak mungkin akan menggeser aparat kepolisian dalam hal ini Densus 88.
“Akan terjadi fait accompli antara TNI dan Polri, itu yang Densus 88 lupa. Karena TNI punya Denjaka dan eksistensi Densus 88 juga dipertaruhkan,” tutupnya. [AW]