SOLO (Panjimas.com) – Dari 16 WNI yang akhir-akhir ini dikabarkan hilang di Turki, 6 di antaranya dari keluarga Umar Salim dari Solo. Kepada keluarga, mereka berpamitan secara terbuka. Mereka sama sekali tak pernah menunjukkan kecenderungan berpihak kepada Daulah Islamiyyah/Islamic State (IS/ISIS). (Baca: Hilang di Turki, 16 WNI Diduga Bergabung dengan Islamic State (IS))
Keenam orang itu adalah Fauzi Umar yang masih lajang dan adiknya Hafidz Umar Babher. Keduanya adalah anak dari Umar Salim, seorang warga keturunan Arab yang tinggal di Mojolaban, Sukoharjo. Sedangkan empat orang lainnya adalah Soraiya (istri Hafidz), serta tiga anak Hafidz dan Soraiya yang masih kanak-kanak.
Muhammad Arif, anak tertua Umar Salim mengatakan, Hafidz dan keluarganya selama ini tinggal di Cemani, Grogol, Sukoharjo, dan Fauzi masih tinggal bersama orang tuanya. Hafidz bisnis kain gordin, sedangkan Fauzi selama setahun terakhir diketahui berjualan batu akik seiring boomingnya harga batu mulia itu.
“Jum’at sore tanggal 27 Februari Hafid menghubungi saya dengan kode telepon negara Turki. Saat itu saya sedang di jalan, sehingga hanya sayup-sayup kurang jelas yang dibicarakan. Tanggal 3 Maret kami didatangi pihak Imigrasi yang memberitahu bahwa keenam keluarga kami ikut berpisah dari rombongan dan hingga sekerang belum diketemukan,” jelas Arif di Kantor Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (BKBH UMS) Solo, pada Senin (9/3/2015).
Kepergian Fauzi dan Hafidz sekeluarga tidak sembunyi-sembunyi. Mereka berpamitan hendak ke wisata dan menjajaki kemungkinan membuka peluang bisnis yaitu membeli produk-produk Timur Tengah, seperti minyak zaitin dan obat herbal, langsung dari Arab. Bahkan kunci rumah Hafid di Cemani pun dititipkan kepada Arif.
“Memang saat kumpul-kumpul keluarga besar saat lebaran lalu, ada tawaran bisnis produk Timur Tengah itu. Ada juga kerabat jauh yang menawari pekerjaan kepada Fauzi ke Abu Dhabi, tapi ibu kami kurang menyetujuinya. Sempat juga berpikir untuk akan menemui keluarga di Yaman namun itu diurungkan karena situasi keamanan Yaman kurang kondusif,” ujar Arif.
“Mereka tidak bergabung di organisasi apapun, selain Muhammadiyah. Kami memang keluarga Muhammadiyah. Ibu kami pengurus Aisyiyah, saya sendiri ketua majlis tabligh Muhammadiyah di Karanganyar. Kalau dikatakan kemungkinan terpengaruh orang untuk bergabung dengan kelompok khusus, kemungkinannya kecil. Bahkan Fauzi itu setahu kami setahun terakhir ini agak jarang ikut pengajian, mungkin karena kesibukannya dalam usaha,” tambah Arif.
Arif juga menepis fitnah bahwa kedua adiknya itu tergiur bergabung ke IS/ISIS karena masalah uang dan kesejahteraan sebagaimana berita yang santer beredar. Menurutnya, usaha Hafidz saat ini sedang kebanjiran order, Fauzi juga sedang menikmati booming harga batu mulia dari koleksi batu yang telah dimiliki sejak lama.
Tentang kemungkinan perjalanannya ke Turki dibiayai oleh pihak lain, Arif juga meragukan dan membantahnya. Menurutnya, meskipun itu merupakan perjalanan keluar negeri pertama, namun dia yakin kondisi ekonomi adiknya sangat mencukupi untuk melakukan perjalanan wisata itu.
“Kami berharap keluarga kami tidak dikait-kaitkan dengan spekulasi apapun. Tolong jaga pula perasaan kami. Kami sedang bersedih karena enam keluarga kami hilang kontak. Kami akan semakin terpukul jika mereka terus dikaitkan dengan kelompok-kelompok tertentu, terutama kedua orang tua kami yang sudah tua,” tegasnya. [GA/dtk]